Halaman Sembilan

verlit ivana
Chapter #7

Keriuhan dalam Hening

Sinar duduk di balai bambu teras rumah sambil menatapi layar gawai. Ia ingin mengirimkan pesan pada Riang, untuk bertanya apakah cewek itu sampai di rumahnya dengan selamat. Bukan untuk tebar pesona, hanya saja dirinya khawatir kalau-kalau di tengah perjalanan pulang Riang tak sadarkan diri lagi.

Ibu jari Sinar berulang kali mengetik dan menghapus kembali text di papan pesan. Apapun yang ia ingin sampaikan, entah mengapa selalu terasa kurang pas. Tadi aja, gue udah berusaha ngelucu tetep dicuekin. Enggak sefrekuensi nih kayaknya.

Dalam pengamatan Sinar, selama sekelas dengan Riang, gadis itu jarang terlihat bergaul dengan anak-anak lain di kelas, juga tak aktif di ruang obrolan grup whatsapp. Satu-satunya orang yang ia tahu sering berinteraksi dengan cewek berkaca mata itu hanya Lian. Kok bisa cuma main sama temen satu meja. Kagak bosan emangnya?

Adakalanya Sinar ingin secuek Riang dalam menjalani kehidupan sekolah, tanpa merasa harus memenuhi tuntutan bersosialisasi. Karena ada kalanya ia merasa lelah dan ingin menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri. Sayangnya, kesempatan tersebut terbilang langka. Bahkan nyamuk saja berlomba-lomba mengerubungi dirinya malam ini. Aish! Susahnya jadi orang populer.

Karena merasa gagal merangkai kata-kata dan capek mengusir nyamuk-nyamuk ganjen, ia masuk ke dalam rumah. Rumah bergaya tradisional betawi seperti di film legendaris nasional, yang ia tempati bersama sang kakek.

"Tong! Bikinin kopi, dong!" Aki berpaling dari monitor kala melihat cucunya masuk.

Sinar mengibaskan tangan, "Jangan deh, udah malem. Nanti kagak bisa tidur gimane?"

"Halah, Elu kagak ngopi malem-malem juga belom tidur, melototin hape mulu," balas aki.

Sinar mengernyit melihat judul tabel yang dibuat kakeknya, lalu beralih pada daftar buku yang disewakan oleh Jenak Hening, rental buku mereka, "Aki, kita punya tutorial ngomong sama tembok gak?"

"Ngapain ngomong sama tembok? Emang sih tembok bahkan punya kuping, tapi ya gak buat diajak ngobrol juga kali," seloroh aki, lalu melirik cucunya, "tapi kalau temboknya cantik, boleh deh dipertimbangkan," lanjutnya usil seraya terkekeh.

Wajah Sinar langsung memerah mendapat serangan tidak terduga dari pria tua ini, ia benar-benar lengah rupanya.

"Apaan sih Aki..., udah ah mau tidur. Inget ya Aki, jangan diem-diem ngopi," ujar Sinar seraya berlalu.

Aki terbahak, puas menertawakan cucu remajanya. Tak lama kemudian, alis tebalnya terangkat melihat jumlah buku yang belum dikembalikan. Memang tidak terlalu kentara jika buku-buku tersebut berkurang sedikit demi sedikit, namun ketika beberapa rak terlihat agak kosong, barulah ia sadar. Emang salah gua sendiri..., males ngecek. Meski artinya sih bagus ye, berarti masih banyak orang yang minat baca, cinta buku sampe kagak dibalik-balikin!

Sementara itu, Sinar yang beralasan hendak tidur demi menghindari ejekan sang kakek, teringat sesuatu dan berbelok ke arah Jenak Hening yang bangunannya hanya berjarak dua meter dari pintu ruang keluarga mereka.

Sinar membenarkan letak papan nama yang miring dengan tatapan hangat. Ia menyukai toko yang konon sudah berdiri sejak aki masih muda tersebut. Anak lelaki itu bangga pada Jenak Hening, karena bertahan melewati gerusan trend, tanpa bertransformasi menjadi rental VCD, wartel, warnet ataupun game center. Terlebih lagi ada banyak kenangan bersama orang-orang terdekatnya di sana.

Lampu ruangan masih menyala terang ketika Sinar masuk ke dalam, karena aki masih mondar mandir melakukan pendataan. Dia berjalan menuju sebuah rak buku fiksi, yang memuat deretan manga dan novel, kemudian mulai mengeja daftar pesanan di chat group kelas.

Banyak yang gak ada nih titipan temen-temen. Bener berarti belum pada dikembaliin sama penyewa lain. Maski lumayan sih dendanya bisa buat gua jajan, tapi kasian juga penyewa lain jadi kecewa buku incerannya enggak ada.

Setelah menumpuk aneka sewaan yang akan dibawa ke sekolah, Sinar mengambil sebuah buku yang ia sembunyikan di bagian atas rak. Kemudian menuju ruang baca, di sana ia menjatuhkan diri ke atas bean bag, dan mulai membuka halaman yang ia tandai dengan sebuah kemasan bekas biskuit.

Lihat selengkapnya