Berbagi tugas dengan Park yang memeriksa tempat tinggal Mae di unit A704, Agung menelusuri area podium apartemen, untuk bergabung dengan tim forensik yang bekerja di tempat wanita itu terjatuh. Meski sejak beberapa hari ini ia hanya sempat tidur sejenak, polisi 40 tahunan itu masih dalam kondisi prima. Hal itu tak lepas dari rutinitas olahraga yang ia jalani, bahkan jika tiba-tiba ada yang menyerang, Agung masih bisa melakukan nage waza4 tanpa harus ditambah pose nyeri encok.
Memasuki kembali lobby apartemen ini, membuat Agung merasakan lagi ketidakrelaan atas kasus bertahun silam. Kelopak matanya mengatup sejenak, membayangkan versi muda dirinya pada malam nahas itu. Ia melangkah masuk, menghitung langkah, kemudian langkahnya menjadi semakin cepat hingga berlari, dan ia pun berhenti dengan napas tersengal. Berdiri pada koordinat lubang yang dulu membuatnya terperosok. Agung bergeming. Perlahan menatap ke bawah... ia masih berpijak dengan kokoh. Lelaki itu mendapati granit cokelat muda berkilat indah menopang boots army hitamnya yang berdebu. Tidak ada lubang seperti dulu.
Ia membuang napas dan mengusap wajahnya kasar sembari mengedarkan pandangan. Tidak ada kegelapan yang mencekam, tak ada bau amis serta pengap dan lembap, melainkan sebuah lounge bernuansa cokelat kayu diterangi lampu dengan aroma lavender. Hahaha astaga! Udah kayak anak gue waktu gagal move-on dari mantannya dulu. Agung tertawa pahit.
Di area lounge itu, ia melihat beberapa Brigadir masih berbagi tugas memeriksa serta wawancara pada para penghuni, petugas kebersihan serta pegawai apartemen yang berada di lokasi di seputar waktu insiden Mae terjadi secara bergantian. Semua harus dilakukan segera, mengingat penghuni apartemen amat banyak dengan beragam kesibukannya. Kesibukan rekan sesama polisi tersebut, membawa fokus Agung kembali pada tujuannya kemari.
Ia melewati percabangan lorong yang masing-masing menuju area lift dua tower berbeda, kemudian terus lurus menaiki elevator, menuju area komersial dan fasilitas umum penghuni Novelavender. Di seberang elevator itu, police line membentang.
Polisi berseragam yang berjaga di dekat police line memberi hormat, lalu mempersilahkan reserse kriminal itu lewat. Setelah menaiki undakan, akhirnya ia melihat area terbuka berupa taman dengan pepohonan hijau bernaung langit biru.
Ia berhenti sejenak untuk beradaptasi dengan cahaya matahari sore kemarau yang masih menyorot ganas. Ketika mendongak, terlihat jelas dua tower apartemen menjulang, mengapit area kolam renang itu. Setelah mangamati kedua tower itu sesaat, ia lanjut berjalan ke arah kaki tower A dimana terdapat sekumpulan tim forensik dalam hazmat suite berwarna putih tengah berkerja.
"Pak Agung!" Salah seorang petugas forensik tersebut menghampiri, "Ada sesuatu yang harus Anda lihat, "Tukas suara serak itu seraya memberi isyarat untuk bergegas mengikutinya.
Mereka pun tiba di tepi kolam dengan hamparan batu andesit menutup permukaan lantai di sana. Agung menghampiri garis besar kapur korban dimana jasad Mae tadinya berada, bercak darah yang telah mengering, menambah corak pada warna abu-abu alami lantai batu tersebut.
Pria berahang tegas itu mendongak pada tower apartemen A dan melihat jedela kamar korban yang terbuka. Dia jatuh dari sana dan menghantam lantai batu yang keras ini hingga akhirnya meninggal. Pasti Mae ketakutan saat berada di udara. Jika memang dia bunuh diri, gue rasa dia menyesal sebelum benar-benar jatuh.
"Di sana Pak!" tunjuk petugas forensik tadi ke permukaan kolam renang.
Agung berlari mendekati bibir kolam, matanya memicing, ia lalu menelpon Park yang berada di unit A704, "Park, coba cek kolam renang dari atas sana! Laporin apa yang Lo liat," titah Agung tanpa basa-basi.
Park yang tengah merasakan hal ganjil dalam unit Mae, segera melaksanakan perintah Agung. Ia berjalan ke jendela besar, lalu melongokkan kepalanya dan melihat ke arah bawah, namun semerta menegakkan kepalanya kembali. Aduh puyeng. Darah rendah kayaknya gue, butuh rendang. Oh itu pak Agung di bawah. Nah, coba gue liat kolam renangnya.
Insperktur muda itu mengamati kolam renang yang terbagi menjadi area untuk dewasa dan anak-anak. Daun-daun kering pohon peneduh yang gugur, bertebaran di permukaan kolam. Tak lama kemudian mata sipit Park menangkap pemandangan aneh di antara tumpukan daun yang mengambang.
"Apa itu yang di sana?" Park memicing melihat warna air yang berbeda.
Sistem filtrasi memang sengaja dimatikan untuk kepentingan penyidikan, tapi Park ragu apa hal tersebut membuat air jadi berubah warna hingga demikian. Dia meminta salah satu petugas forensik mengambil foto genangan di kolam dan memperbesar gambar hingga terlihat lebih jelas.
Kulit dahi lebar penyidik muda itu berlipat, matanya mengernyit menatap LCD screen kamera. Ini kayak genangan minyak. Eh tapi ini apa ya? Park menangkap bayangan sebuah benda di bawah lapisan minyak tersebut, lalu segera menghubungi Agung.
"Pak, ada sesuatu di dasar kolam, tepat di bawah genangan yang tampaknya adalah minyak," lapor Park dengan mata tak lepas dari LCD screen.
Semerta terdengar suara Agung yang lantang memberikan perintah pada petugas polisi di bawah untuk menyelam ke dasar kolam. Mata reserse senior itu berbinar. Mungkin sebuah petunjuk baru.