Halaman Sembilan

verlit ivana
Chapter #14

Pramusaji Kafe

Petugas penjaga ruang CCTV, memutar kembali rekaman pada hari kedatangan paket ke unit Mae. Agung dan Park memerhatikan dengan seksama pemandangan yang ditampilkan di sana, yang kurang lebih sama dengan hasil interogasi Adi. Tiga orang memasuki lobby apartemen. Satu orang berperawakan seperti atlet gulat dan dua orang lagi berperawakan sedang.

"Tolong pause dulu, Pak. Ya, oke zoom. Lagi, oke. Sebentar, saya foto dulu."

Agung memotret layar pengawas itu dan mengirimkannya pada Fano yang kini berada di kantor bersama Bambang, kemudian Agung menelpon pria 20 tahunan itu,

"Fan, tolong cek orang-orang yang ada di foto kiriman gue ya. Kalau udah dapet infonya, kabarin ke gue atau Park."

Segera setelah memberi perintah, Agung memutus sambungan telponnya, sementara Fano di sebrang sana hanya mendengkus dan berdecak kesal tanpa bisa menjawab sepatah kata pun.

"Hih dasar orang tua. Mentang-mentang sama junior."

"Kesel Lo Fan?" tanya Bambang sambil terkekeh sambari mengerjakan dokumen di laptop.

Fano memebetulkan letak kaca matanya yang miring, "Ya sedikit Pak,"

"Gak apa-apa, nanti juga terbiasa sama si Agung. Meski kadang ngeselin, dia kalau kerja gak pernah main-main dan cukup menghargai rekan-rekannya. Bukan tipe tukang perintah yang santai terima beres atau mentingin keuntungan pribadi, tapi malah nyusahin yang lain."

Fano menagguk-angguk setuju, sebelum tergabung dengan tim ini pun, Agung pernah meminta tolong pada Fano jika ada kondisi yang membutuhkan keahliannya. Sejujurnya Fano merasa senang membantu Agung. Setidaknya kemampuannya ini bisa menjadi jalan untuk membalas budi. Karena penyidik senior itu pernah menolongnya dalam masa kelam kala ia belia dulu.

Tak lama kemudian data-data mengenai para pengirim paket pun terkumpul, dengan cekatan ia kirimkan semua informasi tersebut pada Agung, dan menelponnya,

"Pak, sudah saya kirim ya!"

"Ka-" Agung mendengkus menyadari panggilan diakhiri sepihak. Bocah kurang adab!

Polisi cyber itu terkikik membayangkan wajah Agung yang kesal oleh aksi balas dendamnya.

Sementara di depan ruang CCTV Novelavender, Park dan Agung membaca informasi dari Fano. Rupaya salah satu orang di sana berada di lokasi yang tak jauh dari Novelavender.

"Mau kita datengin langsung aja atau bagaimana Pak?" tanya Park.

"Lo aja yang ngadepin, sanggup gak?"

"Yah gede itu Pak badannya, kayak pegulat pro," protes Park menunjuk foto pria bertubuh kekar dan besar tengah membawa kardus yang tampak berat.

"Ih cemen. Gua yakin Lo bisa, jangan manja deh. Ada yang mau gue cek di sini."

Park membuang napas kasar, ia tahu kemampuannya, hanya saja jika menangani orang itu berdua, akan terasa lebih efektif. Mengingat banyak hal yang harus diselidiki, akhirnya Park mematuhi Agung.

"Kalau gitu saya berangkat, Pak!"

***

Sepeninggal Park, Agung masuk kembali ke ruang CCTV, dan meminta izin untuk melihat rekaman lebih banyak lagi dari sejak penerimaan paket hingga ke hari kejadian. Ia pun duduk di sebelah operator yang menjaga ruang CCTV sambil sesekali memberi instruksi.

Mereka mengecek kamera pengawas di area keluar masuk gedung, elevator, tangga, area fasilitas umum, serta koridor-koridor dalam gedung.

"Biasanya bukankah ada ruang penerimaan paket Pak? Kok mereka ini bisa ada akses ke lantai unit?"

"Beberapa penghuni unit ada yang memiliki lebih dari satu kartu akses, Pak. Biasanya mereka yang berpasangan atau memiliki anak. Kemungkinan orang yang mengaku saudara mbak Mae juga memilikinya. Sebelum-sebelumnya pun belum pernah terjadi masalah yang serius."

Agung mengusap dagunya, "Tapi kali ini kejadian ya, Pak," sindirnya membuat sang security tertohok dan terdiam.

Lihat selengkapnya