Anak perempuan itu duduk dengan wajah bosan di kursi dalam kelasnya yang berada dekat jendela. Namira, namanya. Rambut hitamnya lurus dengan panjang sebahu, kulit putihnya berbalut seragam sekolah SMP.
Seorang anak laki-laki berkacamata menghampiri Namira dan melambaikan tangannya. Namira menatap anak laki-laki bernama Ruzain itu dengan muka datar lalu membuang muka. Ruzain yang melihat reaksi Namira hanya menghela napas.
Ia mengambil kursi dan menaruhnya di samping Namira, kemudian mendudukinya. Ruzain mencubit pipi Namira.
“Ow! Ow! Ruz, berhenti, Ruz! Berhenti mencubit pipiku! Berhenti, ah!” seru Namira sambil meringis kesakitan. Ruzain pun berhenti mencubit pipi Namira.
Namira memegang pipinya yang memerah. Ruzain yang melihat itu hanya cekikikan. Dengan wajah cemberut, Namira menarik telinga Ruzain lalu berteriak di telinga Ruzain. Ruzain mendorong Namira dan mendengus dengan kesal.
“Apa-apaan sih, Nam! Jangan kayak begitu, napa?!” sahut Ruzain dengan nada sebal. Namira berdiri lalu membuka mulutnya.
“Emang siapa duluan yang jiwit pipiku?! Kan, kamu yang duluan menjewer pipiku sembarangan!” teriak Namira. Ruzain melihat ke bawah lalu menghela napas dan mengulurkan tangannya dengan wajah jengkel.
“Iya deh, iya. Aku minta maaf. Aku itu cuma gemas lihat kamu yang dari tadi menatap jendela tanpa alasan yang jelas,” kata Ruzain dengan senyuman dongkol. Namira yang melihat itu hanya tersenyum dengan manis lalu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Ruzain.
“Aku maafin kok, Ruz. Tapi lain kali jangan kayak begitu, napa?!” ujar Namira dengan nada kesal dan marah.
Ruzain hanya memutar matanya lalu menatap Namira. “Galak amat sih, ni anak,” gumam Ruzain.
“Tumben rambutmu dirias. Biasanya kamu enggak suka merias rambut,” komentar Ruzain, Namira menatapnya dengan tatapan dingin lalu kemhali menulis buku tulisnya.
Ruzain mulai merasa dicuekin. Dia pun memasang wajah yang cemberut lalu melihat tulisan Namira. Namira sadar kalau Ruzain sedang mencoba membaca tulisannya. Ia menutup buku tulis tersebut lalu memasukkannya ke dalam tas.
“Ish! Jangan kayak begitu napa, Nam!” teriak Ruzain dengan keras.
Murid-murid di dalam kelas menatap Ruzain. Semua mata tertuju pada Ruzain. Ia langsung sadar semua orang sedang melihat ke arahnya. Dia menutup mulutnya. Semua murid langsung berbisik satu sama lain.
Namira hanya menghela napas sambil mengernyitkan keningnya dan menaruh tangannya di atas keningnya. “Dasar bodoh ...” gumam Namira.
Ruzain duduk kembali dengan manis. Namira menatap Ruzain dengan tatapan yang menakutkan. Ruzain mulai merasa kedinginan dan merinding. Namira sedang marah dengannya.
Bel sekolah berdering. Anak-anak mulai duduk di tempatnya. Ruzain berdiri dari tempatnya lalu pergi ke kelasnya. Bu Jenna masuk kelas lalu memulai pelajaran.
***
Bunyi bel kembali mengisi seluruh sekolah sebagai tanda istirahat. Murid-murid berdiri dari tempat duduknya dan pergi ke kantin. Namira mengaduk isi tas untuk mencari kotak berwarna kuning berisi makanan. Begitu ketemu, ia lalu berdiri dari kursi dan membawanya menuju kantin.
Dia pun duduk di sebuah meja yang tidak ada orangnya sama sekali. Ruzain melihat Namira lalu duduk di sampingnya. Namira menoleh ke arah Ruzain. Ruzain mengambil sebuah kotak untuk kacamata, mengambil lap yang ada di dalam kotak tersebut lalu membersihkan kacamatanya dengan lap tersebut. Setelah itu, dia memasukkan lap itu ke dalam kotaknya.
Ruzain langsung sadar kalau Namira sedang menatapnya. Dia menoleh dan menatap balik Namira. “Ngapain lihat-lihat, Nam?” tanya Ruzain. Mata Namira mulai melebar lalu dia menggelengkan kepalanya. Namira membuka mulutnya sambil menggaruk lehernya.