Rea mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya disekitarnya saat ini. Ia ingat terakhir kali sebelum dia disini telinganya berdengung, penglihatannya mengabur lalu dia tidak ingat apapun. Lalu Rea melihat sekeliling ruangan itu dan melihat bahu yang sedang bersandar di tembok putih sambil satu tangannya terangkat menempelkan benda persegi empat itu di telinganya. Rea merasa ada yang aneh pada wajahnya, ia meraba dahinya, ada sesuatu yang dia rasakan di dahinya, ah ternyata plaster. Tunggu sebentar, plaster.
"To- tolong ini tolong" teriak Rea dengan nafas yang memburu.
Shindu yang tadinya bersandar di dinding tadi pun berbalik badan dan kebingungan melihat wajah ketakutan Real saat ini. Shindu akhirnya mendekati Rea.
"Udah bangun?" Tanya Shindu
"Lapasin ini dari jidat aku tolong" pinta Rea dengan mata tertutup
"Plaster?" Tanya Shindu lagi
"Iya cepet"
Karena melihat ekspresi Rea yang panik sampai keningnya basah lagi oleh keringat akhirnya Shindu melepaskan plaster di kening Rea dengan hati hati. Tentunya dengan meminta izin dulu kepada Rea.
Plaster sudah terlepas dan Shindu menegakkan tubuhnya kembali. Begitupun dengan Rea yang membuka matanya kembali. Rea mengelap keringat yang membasahi wajah dan lehernya dengan punggung tangannya itu tak luput sedikitpun dari penglihatan Shindu. Sampai akhirnya Rea tersadar dan mulai membuka suara.
"Kak makasih udah bantu ngelepasin itu tadi" ucap Rea yang dihadiahi dengan kerutan kening oleh Shindu.
"Kenapa kak?" Tanya Rea yang melihat ekspresi bertanya-tanya Shindu.
"Lukanya nanti kena debu kalo gak diplaster"
"Kan ditutupin sama poni" jawab Rea asal
"Kamu boleh pulang kalo kamu ngerasa badannya belom enakan" ucap Shindu
"Udah enakan kok kak hehe. Maaf ya tadi ngerepotin" jawab Rea yang turun dari ranjang.
Rea berdiri lalu merapikan bajunya sebentar lalu tersenyum ke arah Shindu. Rea membungkukkan badan sebentar lalu berjalan menuju pintu luar UKS. Namun langkah Rea terhenti ketika seseorang menepuk pundaknya pelan.