Hallo, Cinta Yang Kutulis Di Catatan Fisika

Mba Rerima
Chapter #5

Bab 4 - Cowok Basket dan Luka Kecil yang Heboh Banget

Pagi itu, Raina datang ke sekolah dengan langkah sedikit malas dan kopi sachet yang belum habis. Tasnya miring, rambutnya acak-acakan, tapi ya… itu versi normal seorang Raina.

Yang nggak normal cuma satu, balutan perban putih di telapak tangannya.

Begitu masuk kelas, Dita langsung melotot dramatis.

“RAINA ALVERINA. TANGAN KAMU NGGAK APA-APA?!”

Raina mendesah. “Duh, Dit, suaramu bisa bangunin roh penjaga sekolah, tau.”

“Seriusan, kamu kenapa?!”

“Beaker jatuh, tanganku kena pecahannya,” jawab Raina santai. “Nggak usah lebay, ini cuma luka kecil.”

Dita mendekat. “Tapi kok dibalutnya kayak pasien sinetron episode terakhir?”

“Biar dramatis.”

Dita menatapnya lama. “Arval Kaesyn tau kamu luka?”

Raina menatap kosong ke depan. “Dia yang ngebalutin.”

“APA?!”

“Yup.” Raina mengangguk pelan. “Tapi dengan ekspresi kayak lagi ngerjain laporan pajak. Datar banget, Cuma bilang ‘jangan gerak, berdarah’ trus langsung ambil tisu. Udah gitu doang.”

Dita menatapnya lama, lalu menghela napas dalam. “Dia nolong kamu, tapi masih aja kayak patung es ya?”

“Bahkan patung es aja kadang punya ekspresi.”

•••

Jam istirahat datang. Raina dan Dita mampir ke kantin seperti biasa.

Tempatnya ramai banget, aroma gorengan campur es teh manis udah kayak kombinasi yang menggoda iman.

Mereka duduk di meja pojokan bareng dua teman lain, Cleo, si cewek tenang yang ngomongnya irit kayak kuota pas akhir bulan, dan Tania, si gosiper sejati yang selalu update gosip tercepat setelah admin grup sekolah.

“Raina, katanya kamu luka?” Tania membuka pembicaraan dengan mata berbinar khas orang haus drama.

“Ya ampun, semua orang tahu aja.” Raina mengeluh. “Cuma kena pecahan kaca, kok.”

“Dari mana?” tanya Cleo datar.

“Laboratorium.”

“Oh,” sahut Cleo. “Jadi bukan dari duel maut sama Arval, kan?”

“Cleo…” Raina mendesah pasrah. “Kalian semua kebanyakan nonton drama Korea, deh.”

Tania mencondongkan badan, berbisik pelan. “Tapi serius, katanya si Arval itu kalau main basket keren banget, loh.”

Raina mendengus. “Basket? Aku bahkan nggak pernah lihat dia main. Kayak mustahil aja cowok sebeku itu bisa olahraga selain melipat jadwal pelajaran dengan presisi.”

Namun kalimat itu belum selesai meluncur ketika dari arah lapangan, suara riuh menggema.

Sorak-sorai, teriakan, dan teriakan histeris—yang jelas bukan suara guru.

“Eh, apaan tuh?” Dita refleks menoleh. “Kayak konser gratis!”

“Kayaknya pertandingan basket,” ujar Cleo santai. “Kayak ada event mendadak, deh. Kelas IPS ngajak sparing kelas IPA katanya.”

“Kelas IPS?” Raina dan Tania berseru bersamaan.

Detik berikutnya, mereka sudah berdiri di pinggir lapangan. Satu kerumunan besar terbentuk. Para siswi menjerit tiap kali bola memantul ke ring, terutama ketika seorang pemain tinggi dengan rambut agak acak dan ekspresi datar menggiring bola dengan santai.

Raina menatap lama.

Wajah itu—ia kenal betul.

“ARVAL?!” teriaknya tanpa sadar.

Dita menutup mulutnya. “Oh. My. God. Ketua OSIS main basket kayak model iklan minuman isotonik.”

Di lapangan, bola memantul cepat. Nafas para pemain berat, peluh membasahi seragam olahraga mereka. Suara sepatu berdecit di lantai, dan di tengah hiruk-pikuk itu, Arval Kaesyn berdiri tenang, seolah dunia berputar lebih lambat di sekitarnya.

“Arval, oper sini!” teriak teman setimnya, Reno, yang rambutnya udah acak karena keringat.

Tapi Arval cuma melirik cepat, melihat posisi lawan terbuka sedikit, lalu dribble… cross over… dan bola berpindah ke tangan lawannya sebelum ada yang sempat bereaksi.

“Cepet banget!” seru salah satu pemain tim IPS, Darren, sambil berusaha ngejar.

“Mainnya santai aja, Val, jangan kayak mau masuk liga nasional!” goda Reno sambil ketawa.

“Fokus,” jawab Arval datar.

Satu kata, datar. Tapi entah kenapa, bikin satu tim langsung nurut.

Bahkan Reno cengar-cengir kecil. “Oke, bos.”

Penonton di pinggir lapangan makin histeris.

Cewek-cewek pada teriak histeris tiap Arval berhasil memasukkan bola.

“KAK ARVAL GANTENG BANGETTT!”

“AKU DUKUNG IPA! PADAHAL AKU IPS!”

Raina cuma bisa geleng-geleng sambil ketawa. “Dita, kalau cowok sepopuler itu bisa suka sama aku, itu berarti alam semesta salah input data.”

“Jangan pesimis gitu, Ra. Tuhan tuh kadang suka bercanda pakai plot twist.”

Lihat selengkapnya