Bab 2 Bertemu Pria Aneh
"Sudah aku bilang, aku tidak mau ikut ke acara pernikahan si mulut besar itu. Dia jadi semakin seenaknya sama aku. Ish ... benar-benar membuatku geram," Nana berdecak kesal sepulang dari pesta pernikahan Hellena dan Samudra.
Bahkan saking kesalnya, Nana malah melepas stilettonya yang menempel cantik di kedua kakinya. Rupanya tak hanya kepala dan dadanya saja yang merasa sesak efek dikuasai amarah yang membuncah, kakinya juga mendadak sesak setelah berjam-jam menggunakan stiletto tersebut.
"Sabar Na, orang sabar kan di sayang Tuhan. Lagian kenapa sih mempedulikan si Hellena? Harusnya kamu kan udah kebal tuh sama ledekan si Hellena."
"Aku sudah berusaha kebal, tapi entah kenapa telingaku tidak bisa diajak kompromi. Semakin aku diam, semakin kejam juga mulut si Hellena mengata-ngatai aku. Kurang ajar memang, awas aja akan kubalas nanti!"
Emosi Nana semakin tak terkendali. Wajahnya memerah, rahangnya membeton, buku-buku jemari tangannya mengepal ketika dia teringat semua ucapan-ucapan pedas Hellena selama di pesta resepsi tersebut.
Sementara Tania hanya mampu mengelus-ngelus bahu Nana agar amarahnya meredam. Lagipula pestanya sudah kelar, mau mengeluarkan sumpah serapah pun tak ada gunanya. Namun sayangnya, mulut Nana masih saja berbusa mengumpati Hellena seolah tak ada habisnya.
"SIALAN! SIALAN! SIALAN! Aku akan membuat perhitungan pada si mulut besar itu," tukas Nana seraya melempar sebelah stilettonya dengan keras.
"Loh Na, kenapa kamu lempar sepatu kamu Na? Itukan mahal, Na," Tania menatap sedih pada sepatu cantik yang dilempar Nana barusan.
"Aku tidak peduli. Kalau perlu aku akan membuang sebelahnya lagi seperti ini," kali ini Nana membuangnya ke arah belakang.
Mungkin ia mencoba melampiaskan seluruh amarahnya melalui stiletto yang berharga lumayan mahal itu. Nana tidak peduli meski kini dia harus berjalan tanpa alas kaki, emosinya terlalu dipuncak sehingga ia butuh pelampiasan.
Pluk!
Duk!
"Aduhhhh!"
Terdengar suara mengaduh dari seseorang bersuara bariton yang entah darimana datangnya. Nana dan Tania terpaku seketika.
Glek!
"Jangan-jangan hantu, Na," cetus Tania panik.
"Jangan ngarang. Mana ada hantu tengah malam gini? Mereka pasti sudah tidur nyenyak," ceplos Nana asal bunyi, bahkan terlampau amat sangat asbun membuat Tania menoyor kepala Nana secara refleks.
"Ish ... hantu kan emang keluarnya malem-malem Nana," cebik Tania.
Nana hendak menanggapi cebikan Tania, namun tak jadi karena suara seseorang yang tadi mengaduh mulai menginterupsi lebih dulu.
"Hey kalian berdua?!" teriak seseorang yang tadi mengaduh. Dari nada bicaranya, sepertinya orang itu siap melontarkan makian.
Nana dan Tania sontak menoleh ke arah belakang secara pelan-pelan, berharap kalau orang yang mengaduh tadi bukan karena lemparan stiletto Nana melainkan karena hal lain. Semoga saja.
Orang tersebut sudah memasang wajah garang sembari memegang dahinya, sementara tangan yang lainnya memegang stiletto Nana yang tadi dilempar.
Orang itu mencoba mendekat ke arah berdirinya Nana dan Tania yang entah mengapa kaki mereka seperti sulit digerakkan.
"Mampus kita Na!" tukas Tania cemas. Lantas ia memundurkan langkahnya untuk berlindung di belakang Nana, meski agak berat.
"Diamlah. Jangan panik!"