Halu

Ratih Abeey
Chapter #2

1| Pangeran berkuda putih

Subang, Juli 2018

Apalagi yang identik di hari senin selain upacara bendera?

Ketika matahari menyembul mencoba keluar dari permukaan, seorang gadis sudah berada di sekolah. Dengan seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya, sepatu Converse dengan kaos kaki berlogo NESAS dan jam tangan hitam melingkar di pergelangan tangan. Kumplit sudah penampilan yang menciri-khas-kan sebagai pelajar.

Rasa bangga menuntut ilmu di NESAS juga merupakan kebahagiaannya yang hakiki. Selain sekolah yang terbilang cukup favorite di kota Subang, ada alasan lain yang membuat gadis itu betah bersekolah di sana. Termasuk betah baris saat upacara bendera. Ia bahkan terlihat menikmati saat para OSIS berkeliaran heboh di sekelilingnya membuat murid yang lain merasa jengkel.

“Kak cepet pada masuk ke lapangan!”

“Sepatu gue mana jir? Woy yang ngumpetin sepatu gue siapa?”

“Bego! Itu sepatu ada di kaki lo. Orang tadi lo masuk kelas gak di copot dulu”

“Itu yang lagi berdiri. Jangan lupa topinya di pakai!”

“Seragamnya masukin A! Jangan jadi preman. Filmnya aja udah pensiun masa Aa enggak sih?!”

“Jangan jongkok teh ngehalangin jalan!”

“Sakit perut nih pengen boker. Boker dulu ya mumpung masih ada waktu”

“Ya udah jangan lama-lama nanti keburu datang pembinanya”

“Perhatian! Komando. Saya ambil alih, Siap grak! Untuk barisan siswi di depan saya. Satu langkah ke kiri jalan!”

“Untuk barisan siswa, satu langkah ke kanan, jalan! Ingat kalian bukan muhrim jangan terlalu dekat”

Mungkin upacara adalah hal paling mendominasi para pelajar di seluruh belahan dunia yang mengeluhkan akan adanya hari senin. Selain jarak minggu ke senin itu hanya dibatasi waktu sepertiga malam, ternyata hari senin juga menjadi hari awal berbagai mata pelajaran yang paling membosankan selama abad SD hingga SMA sederajat, berkumpul di sana. Namun, semua itu tidak dikhususkan untuk Ananda Prasista atau orang-orang menyebutnya Nanda. Sebab gadis itu selalu bertentangan dengan hukum alam. Bahkan ia juga lebih mencintai hari senin ketimbang hari minggu. Alasannya, tak lain dan tak bukan adalah hanya karena cowok bernama Reyhan. Mengapa? Karena hari senin menjadi hari kesempatan ia untuk melihat wajah pujaan hatinya lagi setelah satu hari bergelut dengan rindu di hari minggu.

“Diberitahukan kepada seluruh murid SMK Negeri 1 Subang, untuk segera memasuki lapangan Upacara...”

Suara Pak Aca di speaker terdengar menggema di setiap penjuru koridor, seolah-olah mengintruksi para muridnya untuk segera masuk ke lapangan dan membuat barisan sesuai dengan yang diperintahkan sebelumnya. Kelas XI dan XII yang kebetulan menjadi senior di sekolah, di perintahkan untuk membuat barisan di lapangan upacara utama, sedangkan bagi kelas X yang masih berstatus junior di perintahkan untuk membuat barisan di lapangan basket yang ada di depan aula.

“Kepada! Pembina upacara. Hormaaatttt... Grak!” teriak sang pemimpin upacara di tengah-tengah lapangan.

Seperti sebuah layar DVD yang sengaja di percepat dalam putarannya, upacara berjalan lancar seperti biasa. Meski ada beberapa murid yang tumbang karena tidak kuat berdiri lama-lama. Akhirnya upacara selesai dan ditutup dengan beberapa pengumuman yang membuat murid kembali darah tinggi karena terlalu lama.

Entahlah, kebodohan darimana. Disaat orang-orang saling meruntuk karena kesal, Nanda justru bersyukur pada saat itu. Bahkan Fany sampai menyindirnya perihal tersebut, “Seorang Ananda Prasista mensyukuri hal paling tidak di sukai olehnya kalau bukan tentang cowok yang dia taksir, apa lagi?” katanya sambil menolehkan wajah ke arah Nanda pelan.

Wajah Nanda yang semula berseri-seri, mendadak berubah datar karena merasa tidak enak di tuduh seperti itu. Padahal, memang benar nyatanya.

“Jangan kenceng-kenceng kalau ngomong, nanti orang lain pada tahu”

“Biarin. Biar semua orang tahu Nan. Kalau perlu seisi dunia tahu. Biar sekalian sampai ke telinga gebetan kamu itu"

“Lagian, kamu itu aneh tahu nggak Nan. Masa cuma gara-gara liat gebetan dari jauh doang, efek-nya bisa separah ini” oceh Fany lagi setelah mereka tiba di kelas dan duduk di bangku yang sama.

Nanda memilih tak merespon dan menirukan gaya bicara sahabat sebangkunya itu di belakang.

“Namanya juga cinta”

“Kalau Cinta, ya nyatain dong. Bukan cuma ngomong doang di belakang”

“Sorry, ya. Fanytia agustusan”

“Fany Agustin” sungut Fany.

“Whatever!” Nanda memutarkan bola matanya tak perduli. “Gini-gini aku masih punya harga diri. Nggak ada sejarahnya cewek ngejar-ngejar cowok duluan. Kalo pun ada, itu cewek udah nggak punya kemaluan” sedetik kemudian gadis itu sontak menutup mulutnya karena merasa ucapannya ambigu sekali. “Eh, maksudnya urat malu. Jangan pikir macam-macam ya”

Nanda berdiri dari kursinya. Mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya buru-buru. Fany menatap Nanda curiga. Keningnya bahkan berkedut saat melihat Nanda pergi ke jendela kelas.

“Mau ngapain?”

“Fotoin do'i yang mau balik ke kelas”

Fany hanya mendesah berat. Sembari geleng-geleng kepala, gadis itu mencoba mendekati sahabatnya.

Kontan dia melotot di tempat. “Ja-jadi, cowok itu gebetan kamu? Anak Teknik yang dingin, irit bicara plus cuek itu?”

“That's right Honey! He is orangnya”

“Kalau dia orangnya sampai ujung beruk juga nggak bakal ngejar-ngejar kamu. Aku jamin Nan, cowok cakep kayak gitu nggak mungkin rela ngabisin waktunya buat ngejar-ngejar cewek. Dia pasti akan mudah di deketin cewek lain”

“Denger ya Fany...! Dia nggak akan ngejar-ngejar aku. Begitupun aku juga nggak akan ngejar dia. Di dalam percintaan, nggak seharusnya ada lomba lari kan?” Nanda kembali duduk di kursinya. “Ingat! Dalam sebuah permainan tarik tambang, kemenangan nggak cuma di dapat pas maju doang. Mundur juga bisa”

“Nanda! Kalo kayak gitu endingnya bakal tetep sama. Patah. Hati. Lagi”

“Itu resiko!”

“Itu namanya bodoh!” jeda “Mana ada orang yang rela patah hati demi hati yang matahin hatinya sendiri” sahut Fany lagi, mencoba menyadarkan sahabatnya ini. Kalau mencintai seseorang dalam diam itu bukan perkara yang mudah. Apalagi untuk gadis seperti Nanda yang hidupnya mudah sekali baperan. Lihat kucing di usir dari kelas saja gadis itu merasa prihatin dan ingin menangis. Apalagi kalau harus berurusan dengan cinta. Patah hati bukan tempat yang cocok untuk dia.

“Ada” tegas Nanda. Matanya menatap Fany secara intens “Aku” lanjutnya. Matanya memancarkan api penuh semangat.

***

Arloji hitam Nanda menunjukkan waktu tepat pukul satu siang. Setelah gadis itu melaksanakan shalat dzuhur bersama rombongan kelasnya, ia dan kawan-kawan memutuskan untuk duduk ditepi ubin ruang Tata Usaha.

Nanda menolehkan tatapannya sekilas ke samping kanan. Detik berikutnya ia menoleh kembali dengan wajah super terkejut. Hingga dua kali dalam dua detik itu, Nanda seperti di buat takjub melihat pangeran berkuda putih ada di ujung sana.

Di sana...

Siluet wajah laki-laki tampan. Dia laki-laki itu. Laki-laki yang memiliki alis sedikit tebal, kumis yang tipis, dan bentuk wajah yang eksotis.

Ah, tuhan... Nikmat mana lagi yang Nanda dusta-kan. Ciptaan mu yang indah ini, apa boleh Nanda miliki?

Memandang wajahmu cerah, membuat ku tersenyum senang. Indah dunia...🎶

Autor: Tau kan sountrack film yg duyung² itu

Degup jantung Nanda berirama. Tiba-tiba didalam tubuhnya seperti ada jutaan kupu-kupu yang berterbangan, saling berkeliling dan saling menggelitik geli. Hingga ia tak sadar telah meremas rok seragamnya sendiri sambil gigit-gigit bibir bawah.

Pemandangan ini, tidak boleh ia lewat-kan sedikitpun. Dengan bermodalkan ponsel, Nanda mulai membuka kamera untuk diam-diam mengambil gambar Reyhan lagi. Namun, detik berikutnya niatnya tidak jadi karena cowok itu tiba-tiba menoleh kearahnya. Sesegera mungkin Nanda mengalihkan tatapan kearah lain, ia mencoba mengajak Fany kembali mengobrol dan pura-pura tidak sedang melihatnya.

“Fan, liat HP kamu dong!”

“Ih, Nanda apaan sih?! Liat nih gara-gara kamu aku nabrak cacing lain”

Nanda diam-diam melirik lagi Reyhan. Dan cowok itu sudah beralih menatap ke arah lain.

“Rey, gimana lomba puisi online itu?” tanya seseorang. Tapi masih bisa Nanda dengar dari kejauhan.

Lihat selengkapnya