“HEI AYA, kenapa kemarin kau menghindar dari kami?!”bentak Bella seraya memojokkanku ke sudut toilet perempuan dilantai 3, toilet yang jarang dimasuki oleh siapapun. Kecuali memang sedang terpaksa.
“sengaja ya biar nggak capek-capek ngerjain pr kita?”tanya Mulan sambil berkacak pinggang.
Bukan salahku karena tidak mengerjakan peer mereka, apa mereka tidak ingat.sepulang sekolah mereka bahkan tidak memberikan buku padaku, lebih dari itu mereka tidak punya hak untuk menyuruhku.
“aku kemarin kan-“belum selesai aku berbicara mereka menyiramiku dengan ember berisi air yang penuh. Seluruh bajuku basah, aku mulai kedinginan.
“masih mau membantah, kan udah dibilang kalau gamau kerjain pr pasti dapat imbasnya” sambung Putri seraya tersenyum sinis. Tubuhku mulai menggigil, aku benci. Aku benci kedaan seperti ini, keadaan dimana aku diam tidak bisa menolak. Berbicara saja tak bisa apalagi menolak, sungguh sakit sekali rasanya.
“kalau cuman segini nggak kapok pastinya, kita kunci pintunya yuk?”usul Bella yang disetujui oleh kedua temannya.
“tunggu jangan kunci aku disini” terlambat, mereka sudah lebih dulu melakukannya.
Aku terduduk, menangis. Sungguh pedih nasib ini, kenapa diantara jutaan manusia di muka bumi ini aku dapat merasakannya?.
Apa salahku sehingga bisa merasakan hal yang tidak menyenangkan seperti ini.
Sore harinya petugas kebersihan sekolah membuka pintu toilet ini, aku bebas setelah sepanjang hari menunggu.
Aku kembali ke kelas dalam keaadan seragam yang lembab. Kelas sudah kosong karena bel pulang sudah berbunyi sedari tadi, aku melihat bangkuku yang kosong.’kemana perginya tasku?’
Mataku menelisik seluruh kelas hingga titik itu kutemukan, wadah berwarna hitam panjang yang biasa dipakai untuk membuang sampah disitu tasku berada. Aku memungut tas yang beberapa bagiannya tertutupi oleh lembaran kertas. Pipiku mulai membasah, mataku mengeluarkan air. Aku menarik kedua sudut bibirku, sehingga menimbulkan senyuman. Menganggap semua ini masih baik-baik saja.
Krieet-
Pintu berwarna merah yang letaknya paling tertinggi di gedung sekolah, lantai lima yang kuharapkan bisa membuatku lebih nyaman. Berharap bisa menemukan ketenangan, juga sebagai kandidat kedua hal favorit di sekolah setelah jendela berlatarkan lapangan.
Angin berhembus kencang ketika pintu mulai terbuka. Hembusan angin itu seperti memintaku untuk segera membuka pintu lebar-lebar “HAAAAH LEGAAA” ucapku, begitu menginjakkan kaki di rooftop. Udara yang kunantikan kini tiba, aku tak perlu malu untuk berteriak sekencang mungkin. Sebuah kata yang dibunyikan keras melalui mulutku ini, membuatku terasa lega. Angin ini telah membantuku seolah mengerti perasaanku, suara kerasku telah pergi karena adanya dorongan kuat angin yang berhembus.
Dari atas rooftop ini aku dapat melihat semua yang ingin aku lihat, dari lapangan sekolah tanpa ada gangguan teman kelasku, hijaunya pohon dengan dedauan yang banyak, hingga gedung-gedung berwarna.
Angin tak henti-hentinya menerpa wajahku, kini aku duduk termenung di pinggir gedung. Memikirkan apa yang akan kulakukan esok hari, juga apa yang aku makan saat sarapan nanti. Membayangkan jika saja teman-teman bermain denganku atau mencoba lebih mengerti bagaimana sifatku, pasti asyik rasanya.
Bercanda, tertawa riang , mengerjakan tugas bersama. “pfft..”aku menahan tawaku. Itu tidak mungkin terjadi meskipun hanya mimpi sekalipun.
di bawah sana terlihat masih ramai, lapangan sekolah yang kini digunakan sebagai kegiatan ekstrakulikuler karate. Sesekali aku mengikuti gerakannya, cukup bagus. Mungkin dengan ini aku bisa melindungi diri dari perlakuan teman kelasku.
“ah!”seruku, kenapa aku tidak terpikirkan sedari dulu ya. aku bisa mengikuti eskul karate itu, mungkin saja setelahnya ada yang mau menjadi temanku. Serasa double untung, dapat ilmu juga dapat teman hehe.