“Lari!”
Itu teriakan terakhir yang Seroja dengar.
Setelah teriakan itu, serombongan laki-laki bertubuh tegap dengan seragam satpam kampus serta cowok-cowok yang mengenakan arm band warna merah penanda anggota satuan resimen mahasiswa, beramai-ramai datang dari belakang barisan mahasiswa yang berdemo.
Seroja secepat kilat meneliti sekitarnya, melihat kemana arah teman-temannya lari. Sebisa mungkin ia harus memilih arah yang berlawanan dari kerumunan.
“Roja! Lari ke komplek ruko sana! Aku titip Mawar!” Ada suara seseorang dari sisi kanannya, kemudian seorang gadis didorong menubruk lengan Seroja. Ramping, putih, ringkih, dan tengah mengerang ketakutan.
Tanpa pikir panjang, Seroja menggamit lengan gadis itu dan menggandengnya berlari melintasi lapangan sepak bola menuju komplek ruko yang berbaris di belakang Fakultas Kedokteran dan MIPA. Komplek ruko itu bersisian dengan deretan toko dan kafe yang berlapis-lapis seperti labirin hingga salah satu pintu keluarnya menembus jalan raya di luar komplek Universitas Jasved.
Seroja berlari kencang menerpa gerumbul pohon kemuning yang dijadikan pagar hidup pembatas jalan. Daun dan dahan gugur ketika ia menikung cepat dan tak sengaja membentur batang sebuah pohon. Debu jalanan di komplek ruko yang bersisian dengan kampusnya itu buyar, tergesek sepatu kets Seroja.
Gadis itu menoleh ke belakang beberapa kali, tadi ia merasa masih ada derap langkah yang mengejarnya. Mungkin itu satpam kampus atau Menwa?
Habislah dia kalau sampai tertangkap, minimal diskors satu semester. Apalagi kalau sampai ada surat teguran dari kampus dikirim ke rumah. Ibuk bisa marah besar padanya.