“Ja, Roja.”
Seroja tersentak. Etika ternyata tengah memanggilnya.
“Roja, coba kamu lari duluan, mungkin ada toko atau kafe yang masih buka di seberang sana, minta bantuan. Biar aku sama anak ini dulu. Kita nyusul kamu pelan-pelan,” usul Etika.
Etika kini mendudukkan gadis yang masih terengah-engah itu di teras sebuah ruko.
“Oke…oke.” Seroja berbalik dan memacu langkahnya lagi. Betisnya mulai terasa nyeri tapi ia berusaha bertahan.
Seroja melihat ke sekeliling, Area ruko sebesar itu yang biasanya ramai sekarang kompak tutup. Sepertinya isu bahwa akan ada demo mahasiswa gabungan dari tiga fakultas Jasved sudah menyebar dan mungkin para pemilik ruko memutuskan libur untuk cari aman.
Seroja menyeberang jalan secepat-cepatnya. Di luar komplek ruko yang membatasi area Kampus Jasved ada beberapa perumahan mewah, pastinya ada toko-toko yang masih buka di sekitar sana. Lebih bagus lagi kalau Seroja bisa menemukan semacam klinik … AH ITU DIA!
Seroja mengerem langkahnya dan berusaha mengatur nafas. Ia menghampiri bangunan kaca serba hijau dengan lambang besar stetoskop di pintunya itu. Ini pasti klinik, pikir Seroja. Tangannya yang payah menolak gagang pintu membuka.
“Permisi, minta tolong!” Seroja menghambur ke dalam. Hembusan AC dari dalam ruangan mengiris kulitnya dan ia mulai merasa pening. Detik selanjutnya Seroja sudah terhuyung, kepalanya menubruk lengan seseorang.