Pukul satu siang lewat lima belas menit.
Markas Persma atau pers mahasiswa Fakultas Sospol yang dinamai 'Anti-Tesis' hari ini penuh berjejal, ada sekitar empat puluhan mahasiswa yang berusaha masuk dan memadatkan dirinya di dalam. Mereka semua duduk bersila saling berdempetan, yang tidak kebagian tempat berdiri berjejer atau bersandar di sekitar pintu.
Seroja yang datang terlambat karena ada kuliah akhirnya harus rela duduk di pinggir ruangan. Pandangannya setengah dipagari punggung lebar cowok-cowok yang menyemut di depannya.
Seseorang mencolek bahu Seroja dan duduk di sebelahnya. “Ja....” suaranya memelas.
“Heh, Don, jangan lupa ganti duit aku yang kemaren.” Seroja menegur balik cowok yang mencoleknya, ternyata Doni.
“Ampun, Ja, kenapa sih kamu bawa dia ke RS Eka Cipta? Mahal banget!” Doni merepet.
“Ya gimana, dia sesek napas gitu. Kita mikirnya yang penting selamet. Lagian kamu sih, sok tebar pesona ngajak gebetan baru. Mana ngerti dia soal demo. Anak baru semester satu di DKV! Masih bagus anak kaya gitu nggak pingsan panas-panasan dengerin orasi!” Seroja balas mengomel.
“Kan nggak ada yang duga Ja, kalau demo kemarin sampe rusuh. Tuh liat, Kristoper udah pucet kaya mayat. Denger-denger kemaren dia ketangkep Menwa dan dibawa ke gedung Rektorat buat ngejelasin semuanya…” tunjuk Doni.
Seroja mendengkus. Tapi dia mengikuti arah yang ditunjuk Doni.
Benar, warna wajah Kristoper, atau biasa dipanggil Kris, ketua Persma Fakultas Sospol, sudah hampir sama dengan tembok di belakangnya. Kristoper adalah ketua aksi demo gabungan tiga fakultas humaniora yang berakhir ricuh kemarin.
Di sisi kiri Kristoper ada Alawiyah atau Alwi, cewek berjilbab semester tiga dari Jurusan Kriminologi. Alwi adalah Ketua BEM atau Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sospol. Ia terkenal tegas, taktis, dan berwibawa, anak seorang komisaris polisi.