Meja Pak Hamdan.
Pak Hamdan : “Jadi, di telapak tangan kita ini ada titik-titik pijat. Bapak nggak hapal semua. Tapi, kalau kamu insomnia, coba kamu urut9 di bawah kelingkingmu itu. Nah, itu! Di bagian yang kosongnya, Banji.”
Murid : “Di sini, Pak? (memamerkan telapak). Tapi, aku Bandi, Pak.”
Meja Bu Juni.
Bu Juni : “Oh, yang anaknya sekarang jadi artis atau model gitu di Ibu kota?”
Murid : “Ya, Bu. Tetangga Ibu itu keluargaku. Aku tu sering dibanding-bandingin sama dia.”
Meja Pak Rusli
Pak Rusli : “Lho! Bapak nggak bohong. Ada sunat yang pakai bambu tajam. Kalau sekarang sudah praktis, kan. Ada yang pakai laser. Emang kalian khitan umur berapa?”
Murid 1 : “Enam tahun sudah sunat, Pak.”
Murid 2 : “Sembilan waktu itu, pas liburan sekolah.”
Meja Bu Fatimah
Bu Fatimah : “Kalau Ibu buat nasi bekepor, nanti makannya pakai sambal raja. Mamakmu memang Kutai mana?”
Murid : “Kubar, Bu. Kalau Ibu, Kutai mana?”
Meja Bu Siska
Bu Siska : “Nggak bisalah saya punya kuku panjang. Tapi, kukumu bagus. Mengkilat. Itu perawatan?”
Murid : “Sama, Bu. Aku nggak berani berkuku panjang. Ini perawatan. Ibu mau kurekomendasikan nggak?”
Meja Bu Siswati
Bu Siswati : “Jadi yang penjahit itu Bapakmu? Kalau jahit kemeja berapa ya? Ibu punya kain batik. Lama banget nggak diapa-apain.”
Murid : “Seingatku seratus ribu. Tapi, kalau Ibu mau nanti kutanyakan Bapak dulu. Emang buat siapa, Bu?”
Meja Hana
Hana : “Apa itu Rabu Gaul?”
Jamal : “Malam Rabu Gaul, Bu. Masak Ibu beneran nggak tahu? Atau Rabu Gaul sama aku aja? Ke Melawai mau nggak, Bu?”
Hana : (tertawa) Emang mau jalan sama ‘ibu-ibu’?”
Jamal : (tertawa) Tapi, Ibu nggak kayak ‘ibu-ibu’ tahu! Sama aku aja masih tinggi aku.”
Hana : “Serius deh, Mal. Emang punya pacar sepenting itu ya buatmu?”
Jamal : “Penting nggak penting sih. Tapi, kalau punya gandengan kan jadi termotipasi, Bu.”