Hana, Sekolah Terakhir

lidhamaul
Chapter #9

PERJODOHAN

“Kueku mana? Kok habis? Aku pemain bolanya lho.”

Fendi mencari sisa kue yang belum ia santap.

Atas inisiatif Pak Ghozali disediakan kudapan lebih beragam keesokan hari, agar anak-anak khususnya tim sepak bola bisa ikut menikmati. Maka, ramailah ruang guru pada hari itu.

Hana memberikan kuenya pada Fendi, yang membuat anak muda itu bersorak senang. Setelah hampir menabrak Hana di kelas, anak muda itu tidak meminta maaf. Hana sempat berpikir murid itu membencinya secara khusus. Ketika Fendi menyapa Hana dengan ramah, setelah itu Fendi juga mengatakan, “Yah, bajunya itu-itu lagi.”

Namun, ketika di kelas, Ricky kembali menantang Hana, Fendi berdiri untuk memaki Ricky. Hana menyimpulkan, Fendi adalah Fendi, yang tidak tertarik untuk menutupi apa yang disukai dan tidak disukainya.

Anak-anak perempuan kelas XI bergerombol mendekati Hana yang sedang duduk letih di kursi. Mereka menanyakan keadaan Hana. Sejak semalam, Hana memang merasa kurang sehat.

“Bu, nanti ada pemilihan guru favorit. Nanti kita pilih Ibu ya,” kata Gina, kelas XI.

“Oya? Emang ada lomba begitu?”

“Ada banget, Bu. Ibu ikut lomba apa nanti?” tanya teman-teman Gina.

Hana belum terpikir untuk ikut lomba, jika pun ada lomba khusus guru.

“Tapi, bukannya kalau pemilihan itu sifatnya rahasia. Kenapa kalian bilang-bilang?”

“Nggak ada rahasia-rahasiaan. Nanti kuajak semua untuk pilih Ibu. Kusuruh Jamal perintahkan anak-anak buat milih Bu Hana.”

“Ih, ngeri banget kalian. Manfaatnya apa?” Hana jadi bergidik.

“Hepi-hepi aja,” sahut Gina dan teman-teman perempuannya.

“Buat apa begitu? Masih ada guru senior, wali kelas, kalau saya cuma orang baru,” balas Hana.

“Pokoknya ndak bisa. Kita maunya pilih Bu Hana,” sahut mereka lagi.

Lombanya saja belum dimulai, tapi Hana ingin membantah anak-anak itu. Walau omongan mereka sedikit lucu.

 [ ]

 Kali kedua pertandingan sepak bola diadakan di lapangan hijau. Hana duduk bersantai di dekat pepohonan bersama para guru, dan murid perempuan. Kegiatan luar seperti itu sering kali menghangatkan suasana antara murid dan guru. Mereka lebih bisa bercanda, berbagi cerita, sampai bertukar makanan.

“Coba lihat anak-anak kita. Bahagia banget kalau ada kegiatan luar begini,” kata Bu Tri.

“Lengkap lagi,” sahut Pak Hamdan. Maksudnya semua murid hadir lengkap.

“Jangankan mereka, kita juga suka kok, jalan-jalan keluar gini,” sahut Bu Fatimah sambil menawarkan camilan hasil olahannya.

Bu Juni tertawa mendengar ucapan Bu Fatimah.

Pertandingan kedua itu tidak berlangsung mulus bagi tim sepak bola SMA Pattimura. Pak Ghozali menyemangati dengan menyampaikan bahwa masih ada pertandingan lain yang masih bisa dikejar.

Menjelang pulang, Pak Sanusi memanggil Hana dari atas motornya, menanyakan LKS yang pernah dipinjam, karena ada murid yang akan membeli. Hana pun mempersilakan Pak Sanusi untuk mengambil di lokernya. Hana tidak memiliki jadwal ajar pada hari itu, sehingga tidak akan kembali ke sekolah. Namun, di belakang mereka terdengar suara siul dan seruan cie yang ramai. Hana dan Pak Sanusi hanya menanggapinya dengan senyuman.

Ketika Hana kembali mendekati rekan guru, mereka berkata, “Lah, kita kira mau pulang bareng Pak Sanusi.”

“Udah dikasih dorongan, masa nggak maju-maju,” ujar Pak Hamdan.

Anak-anak tidak kalah menggodanya.

“Cie Bu Hana sama Pak Sanusi. Ternyata ya.”

“Sayang banget, adegan boncengannya nggak ada.”

Hana terdiam pasrah. Hal sepele menanyakan LKS saja bisa seheboh itu.

[ ]

“Menurutku tu ya, yang paling cakep Pak Sanusi,” ucap Kania, murid perempuan kelas XII, yang disepakati kawan-kawannya.

“Ya nggak, Bu? Menurut Ibu, siapa guru yang paling cakep?” tanya mereka ke Hana.

Seperti biasa, Hana menyempatkan bergabung dengan murid, entah sebelum mengajar, saat istirahat, bisa di kantin, di koridor, bermain di lapangan, atau malah di ruang guru. Saat itu mereka bersantai di kantin.

“Hmm? Pak Irham.” Hana terlihat serius dengan jawabannya.

Hamma!14 Tuanya selera Ibu. Sudah tua Pak Irham itu, Bu. Sudah ubanan,” balas Kania nyelekit.

“Eh. Eh. Ntar dulu Kania. Ibunya bener lho. Pak Irham tu cakep, gagah, cuma ketutupan ama ubannya aja,” balas anak perempuan lain.

Lihat selengkapnya