Seiring bergulirnya waktu, Hanna mulai mengabaikan semua perbincangan dengan Jarot tentang Ari. Dia yakin, pria itu tidak seperti yang dikatakan oleh kakak angkatnya. Karena selama keduanya berbincang tidak pernah sekali pun kata-katanya terdengar meremehkan. Justru seakan mengaguminya.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul empat sore. Hanna sedang mencari resep masakan kesukaan Ari, rujak kangkung. Berniat belajar masak untuk makan malam spesial mereka di malam minggu.
Awalnya Hanna dan Ava janjian untuk makan malam di rumahnya. “Minggu depan Ibu sama Bapak mau mengunjungi rumah Mbak Ana di Malang, dan bakalan menginap sampai minggu sore. Jadi Kak Hanna temani aku kayak waktu Mbak Ana melahirkan kemarin-kemarin itu, ya?” pinta Ava, kemarin sore. Seperti biasa mereka sedang duduk-duduk di teras.
“Nanti aku masakin makanan Korea, seperti dalam drama yang pernah aku tonton. Dijamin enak. Ibu dan Bapak udah pernah nyobain kok.”
Hanna seketika terbayang kembali wajah cerah Ari yang tiba-tiba datang dan menyela, “Masa Ava bisa masak? Saya kok nggak percaya.”
"Ah, belum tahu nih, Kakak. Ava itu jago banget masak!" Hanna mencoba membela, membuat Ava tersenyum bangga.
"Masak apa emangnya? Masak air? Hahaha..." Ari tetap meledek.
"Ish, bukan, Kak. Masak mie instan."
"Yaelah... Saya juga bisa, gitu doang mah."
Seketika Ava cemberut, "Dih, kalian nyebelin!"
“Saya ikutan makan malam, ya? Kebetulan minggu ini kayaknya nggak ada acara.”
"Asyik!" Seketika Hanna berseru antusias, membuat Ari dan Ava memandanginya heran. "Hehehe... Kan seru kalau bertiga. Jadi ramai." Hanna jadi salah tingkah dan malu sendiri dengan responnya yang berlebihan.
"Hehehe... Iya, asyik!" Ari berusaha menyelamatkan Hanna, tapi sepertinya malah garing.
"Kalian nggak salah minum obat kan? Hari ini perasaan aneh banget," sindir Ava dengan nada datar.
Hanna menepuk keningnya dengan lebay, "Oh iya! Aku belum minum obat. Pantesan aja nggak nyaman dari tadi."
"Emangnya Dek Hanna sakit apa?" Kekhawatiran Ari membuat Hanna agak menyesal telah berbohong. Keusilannya salah sasaran. Terlebih Ava yang sudah mulai menerka trik tetangganya itu malah pura-pura tidak dengar, dan justru fokus membereskan buku-buku yang tadi dipelajari.
"Eh, enggak kok. Obat kuat menghadapi Ava yang rese. Hehehe..." jawabnya sambil cengengesan. Ari tertawa. Padahal Hanna sadar itu sebenarnya tidak lucu. Apalagi Ava masih pura-pura tak mendengarkan.
"Yaudah, kalau gitu saya ke kamar dulu ya? Mau mandi dan ganti baju dulu," pamit Ari yang tadinya baru saja pulang dari tempat mengajar les, dan ingin bergabung sebentar dengan obrolan Ava dan Hanna.
Jadi karena itulah sekarang Hanna sedang stalking akun Facebook Ari, untuk mencari tahu apa makanan kesukaannya, dengan tiduran di atas kasur, sambil membawa buku tulis, pena, dan tentunya ponsel kesayangannya. Tadinya dia sudah hampir menyerah. Hingga akhirnya menemukan postingan lama pria pujaannya itu sedang makan-makan dengan teman-teman, yang sepertinya diambil saat masih tinggal di daerah asalnya, sebelum merantau ke Surabaya.
Tertulis captions, “Kebersamaan itu tidak perlu mahal. Rujak kangkung saja sudah bikin kita bahagia.”
Hanna pun segera mencatat resepnya setelah mencari via Google. Tiba-tiba Yuda datang begitu saja tanpa mengetuk pintu, dengan muka sok polos.
“Mas Yuda nyebelin! Bikin Hanna kaget tau nggak?”
“Kok malah diomelin sih... Harusnya ditanya dong, Mas Yuda ada perlu apa?” katanya dengan nada sok manis yang justru membuat Hanna semakin jengkel.
“Memangnya Mas Yuda kenapa?” Hanna bertanya tanpa menoleh, masih sibuk mencatat resep yang tertulis di ponsel.
Seperti yang sudah-sudah, mengalirlah sebuah kisah tentang salah satu cewek yang naksir dia dan bikin gerah, hingga membuatnya merasa diteror lewat telepon. Dia meminta tolong Hanna mengangkat telepon dan mengaku sebagai ibunya. Tidak sulit memang, soalnya Hanna punya suara yang tegas, dan kebetulan sangat mirip suara ibu mereka. Hal ini sangat kontras dengan tubuhnya yang mungil, dan penampilannya yang tampak manis gara-gara daster motif boneka yang sering dikenakan.
Yuda mengibaskan tangan di depan mata Hanna, “Jadi dari tadi aku nggak didengar? Kamu lagi ngapain sih?” Muka Yuda kini berubah suram.