Hanari

Meliawardha
Chapter #6

Suara Wanita Dalam Sambungan Telepon Bahari

Hanna dan Ava duduk berdampingan di depan televisi. Dua mangkuk makanan dan dua gelas es sirup tersaji di atas meja kecil yang hanya setinggi dada. Keduanya sedang duduk lesehan di atas karpet warna coklat tua. Hanna menilai ruang keluarga Bu Rani dan Pak Suryana bisa dikategorikan cukup luas. Dindingnya berwarna cokelat muda di matanya terlihat indah dihiasi berbagai foto momen-momen penting keluarga yang ditata dengan apik oleh Bu Rani. Mulai dari foto pernikahan Bu Rani dan Pak Suryana, foto waktu Ana dan Ava masih bayi, hingga saat acara kelulusan sekolah mereka masing-masing.

“Ini namanya bibimbap,” kata Ava, penuh semangat menunjukkan hasil olahannya.

Masakan Korea Selatan yang disebut bibimbap adalah nasi, bercampur aneka sayuran rebus, tumisan daging, dan telur mata sapi. Kemudian diguyur saus gokujang dan ditaburi bumbu wijen.

“Ternyata ada manfaatnya kamu suka Drakor,” komentar Hanna.

“Enak kan?” Dia tampak sangat bangga. “Gampang kok, Kak! Kan di YouTube banyak tutorialnya.”

Hanna cuma mengangguk, sembari terus menyuap. Namun tak lama setelah perhatian Ava terfokus pada layar televisi, Hanna kembali teringat dugaan Yuda. Jangan-jangan Aa Ari benar-benar sedang berkencan...

“Filmnya bagus kan, Kak?”

Hanna tersentak mendengar pertanyaan Ava. “Hmm... Lumayan.” Berbeda dengan Ava, Lintang, dan beberapa gadis remaja yang lain, dia tidak tergila-gila pada drama dari Korea Selatan. Hanya sesekali ikut nonton jika diajak. Seperti sekarang.

Saat sedang asyik menyuap, tiba-tiba ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari Ari. Hanna segera mengaktifkan loadspeaker.

“Hai, Dek,” sapanya. Di seberang sana Ari sedang berada di sebuah food court, yang terletak di dalam sebuah mall di Surabaya. Terdengar suara-suara keramain menjadi latar pengiring.

“Gimana ketemuannya?” tanya Ava.

“Dia belum datang,” jawabnya, singkat. “Gimana makan malam kalian?”

“Seru tau. Kita masak bareng, dan banyak. Enak-enak. Kak Hanna aja sampai habis tiga piring,” sahut Ava, dengan nada pamer. Seolah sengaja mengejek Ari yang tidak bisa bergabung.

“Bohong... Bohong... Aku nggak serakus itu tahu!” protes Hanna. Membuat Ari terbahak. Tubuhnya bahkan sampai berguncang karenanya. Namun Hanna dan Ava tidak dapat melihatnya.

“Oh iya! Jadi masak rujak kangkung?” tanyanya, setelah puas tertawa. Hanna memang pernah menjanjikan akan memasak saat ditelepon kemarin, demi membujuk Ari agar tidak membatalkan janjian makan malam mereka. Namun sia-sia belaka.

“Jadi dong. Ava aja sampai tambah empat piring,” bohong Hanna, mengejek Ari, sekalian membalas Ava.

Sebenarnya Hanna memutuskan tidak jadi memasak rujak kangkung, karena dia pikir perut kecilnya dan Ava tidak akan muat makan banyak. Semangkuk bibimbap saja rasanya sudah cukup mengenyangkan baginya.

Belum sempat Ava membantah, Ari keburu menyudahi. “Kayaknya dia sudah datang. Sudah dulu ya.”

Hanna dan Ava mengiyakan. Sebelum sambungan berakhir, sekilas Hanna mendengar suara seorang wanita dari seberang.

Sekali lagi, kata-kata Jarot seperti berdenging di telinga, bak lagu-lagu dengan lirik yang tidak disukainya. Semakin berusaha dilupakan, malah berputar-putar ulang dalam ingatan.

***

Pukul sebelas malam. Sejak jam sembilan tadi Ava mengajak Hanna tidur di kamarnya. Dulu Ana juga tidur di kamar ini, makanya ada dua ranjang. Sementara pada ruang kosong bagian tengahnya dibatasi sebuah lemari pakaian dengan dua pintu.

Saat ditengoknya, di ranjang sebelah Ava sudah terlelap. Namun dia justru memandangi layar ponsel yang sedang menampilkan foto Ari. Hingga tiba-tiba dia mendapatkan pesan Whatsapp dari Jarot.

Kak Jarot: Dek Hanna apa kabar?

Hanna membacanya berkali-kali. Bukannya tidak paham maksudnya, tapi dia bingung bagaimana harus menjawabnya. Sejak turun dari mobil dengan perasaan sebal karena Jarot mengatakan bahwa Ari tidak cocok dengannya, hubungan keduanya merenggang.

Lihat selengkapnya