Hanari

Meliawardha
Chapter #9

Ketika Pangeran dan Sultan Berdamai

Mobil Kijang Inova berhenti di halaman rumah Hanna. Ibunya sudah menyambut di depan pintu. Dia bersyukur kali ini sang ibu melunak, tidak seperti tadi malam yang pakai mengutus Yuda membuntuti dari belakang segala. Alasannya karena sekarang Ari mengajak perginya di siang hari, dan tidak berduaan saja.

Anita, Ryan, dan Ari sempat mampir sejenak. Bu Wulan menyuguhkan teh manis dan sepiring pisang goreng. Mereka berbincang sejenak, sebelum kemudian Anita dan Ryan pamit. Hanna, Bu Wulan, dan Ari mengiringi kepergian keduanya hingga teras.

Ibu pamit ke dalam rumah untuk mengambil jemuran. Hanna dan Ari mengobrol di teras. Hanna bahagia sekali hari ini. Namun semuanya berubah, saat tiba-tiba ada pesan Whatsapp dari Jarot.

Kak Jarot: Dek Hanna kenapa nggak ikut pertemuan?

Hanna terdiam menatap layar ponsel. Tidak yakin bagaimana harus menjawabnya. Hingga pesan berikutnya datang lagi.

Kak Jarot: Dek Hanna nggak lagi sakit kan?

Sekilas Ari melirik ponsel Hanna, "Dek Hanna dan Mas Jarot..." Ari menggantungkan kata-katanya.

"Kak Jarot itu sudah kuanggap seperti kakak sendiri. Dia yang dulu berhasil membukakan mataku, jika di luar sana banyak penyandang disabilitas yang tidak cuma sekedar bisa bersosial media. Mereka bahkan memanfaatkan sosial media untuk hal positif, seperti membentuk sebuah komunitas difabel, atau mengembangkan usahanya."

Hanna juga menceritakan tentang dirinya yang sejak kecil tidak pernah bersosialisasi dengan sesama difabel, sedangkan yang dia tahu dari sinetron-sinetron, difabel digambarkan hidup menderita dan tertinggal dari kemajuan ilmu dan teknologi. Ari menyimak baik-baik, tanpa menyela sedikit pun.

"Seingatku baru akhir-akhir ini di tivi muncul berita-berita tentang difabel yang sukses dan mandiri. Nggak tau sih dulu belum ada yang sukses, media belum menemukannya, atau karena nggak tertarik meliputnya. Entahlah... yang jelas, sekarang aku bersyukur sudah banyak sesama difabel yang sukses dan diliput."

Ketika kemudian Hanna terdiam lama, Ari mengatakan sesuatu dengan sangat hati-hati, "Akhir-akhir ini saya perhatikan, Dek Hanna seperti menghindari Mas Jarot."

Ari benar sekali. Keduanya memang masih harus bertemu saat acara pertemuan rutin mingguan Difabel Smart Community, tetapi Hanna selalu berusaha menghindar, dengan sengaja sering datang telat, agar dapat memilih tempat duduk yang jauh dari Jarot. Senantiasa meminta Yuda bersiap menjemputnya setengah jam sebelum acara berakhir. Jadi begitu acara berakhir, dia bisa langsung pulang. Bahkan beberapa kali rela tidak ikut acara, apabila sang kakak tidak bisa menjemputnya lagi.

Pernah suatu ketika Jarot memilih duduk di dekat pintu, sehingga dia bisa mencegat dan bertanya, apa yang membuat Hanna akhir-akhir ini selalu terburu-buru. Dengan basa-basi dijawabnya, sedang banyak ide untuk menulis cerpen dan puisi, jadi harus segera menulis sebelum ide tersebut menguap.

"Aku sadar menghindarinya tindakan yang kekanakan. Tapi aku tuh punya jiwa-jiwa pemberontak. Di sisi lain, aku nggak suka berdebat dan selalu merasa nggak enak membantah pendapat orang lain. Apalagi seseorang yang baik hati dan begitu dekat."

Hanna berusaha untuk tidak menyebutkan secara gamblang, jika dia tak terima saat Ari dinilai tidak cocok dengannya. Kalau memang Jarot tidak suka pada Ari, dia juga tak akan memaksa mereka untuk akrab. Namun Jarot tidak berhak melarangnya dekat dengan lelaki yang telah berhasil mencuri hatinya ini.

"Aku nggak akan pernah bisa melupakan jasa-jasa Kak Jarot. Dia satu-satunya yang selalu setia menemaniku saat aku yang belum jadi apa-apa, masih galau mulu, dan sering labil. Sewaktu ayahku nggak mendukung mimpiku dulu, Kak Jarot yang selalu menyemangati, 'Ya, pokoknya sedikit-sedikit menulis. Ikutan grup menulis, kan di Facebook itu banyak. Kakak yakin Dek Hanna bisa jadi penulis yang hebat.' Sedangkan Ayah cuma bilang, 'Terserah kamu saja.' Sementara Mas Yuda masih sibuk dengan kuliahnya di Yogyakarta. Dan ibu suka pura-pura sibuk atau nggak mendengar kalau diajak curhat tentang mimpi-mimpiku."

"Apa ini ada hubungannya dengan kita? Kalau di depan orang banyak, Dek Hanna bersikap kita ini teman biasa. Tapi kalau di dekat Mas Jarot, kita kayak nggak saling kenal."

Sesungguhnya Hanna merasa bukan hanya Jarot yang tidak menyetujui hubungan mereka, tetapi dia tidak berani mengungkapkan, "Sebenarnya aku sayang sama Aa. Tapi aku nggak mau dimusuhin semua orang. Aku hanya bisa berharap Aa akan mengerti, dan tidak menuntutku mempublikasikan hubungan kita."

Ari sedikit terkejut dengan kejujuran Hanna. Sangat tidak menyangka gadis di hadapannya itu berani mendahului menyatakan perasaan. Dia bukannya gengsi, malu, atau takut ditolak. Namun, pikirnya cinta tidak perlu diungkapkan, dengan segala sikapnya selama ini dia percaya suatu saat Hanna akan mengerti maksud hatinya.

Hanna mulai mengetik pesan, karena mendapati Ari cuma terdiam lama.

Hanna Widya: Maaf, Kak. Ada acara keluarga. Minggu depan aku pasti akan hadir.

Kak Jarot: Syukurlah kalau nggak ada apa-apa. Tadi siang Bu Winna bilang melihat Dek Hanna di Danau Angsa, dengan laki-laki berkaus merah.

Lihat selengkapnya