Baru saja Yuda pamit ke kantor, sedangkan ibunya ke sekolah untuk mengajar, seusai sarapan bertiga. Kini Hanna cuma sendirian di kamar. Tidur-tiduran sambil menulis puisi. Dia kemudian memilih sebuah foto, yang didapatkan dari Google. Foto seorang ayah dan anaknya dalam bentuk siluet, yang berlatar indahnya pemandangan senja di sebuah pantai. Lantas diunggahnya bersama serangkaian puisi yang tadi diketik ke Facebook.
Hanna Widya
Harapan Masa Depan
Ingin kuminta nama indahmu
Untuk kusematkan pada makhluk mungil
Yang kelak akan terlahir dari rahimku
Ingin kuminta hangat pelukmu
Dan kuhadiahkan untuk makhluk imut
Yang suatu saat akan memanggilku ibu
Aku mau kamu
Jadi ayah buah hatiku
Aku ingin hanya aku
Ibu dari putra dan putrimu
Intan Permatasari: Cie... Hanna, buat siapa sih?
Hanna cuma bisa senyum-senyum membaca komentar Intan. Hanya memberikan jempol. Karena tidak mungkin dia mengatakan yang sesungguhnya. Bahwa puisi ini terinspirasi dari sikap Ari yang tampak kebapakan saat mereka mengajar di panti asuhan. Itu sama saja dengan membongkar kedekatan keduanya yang selalu dia sembunyikan dari teman-teman sesama anggota Difabel Smart Community.
Hanna sering posting puisi akhir-akhir ini. Apapun yang dialami dan rasakan bersama Ari selalu menginspirasinya. Sebagai seseorang yang sering pelupa, dia tidak ingin kehilangan momen. Maka tanpa berpikir panjang, rangkaian kata-kata itu langsung dia posting ke akun Facebook. Dengan niat sekadar mengabadikan kenangan. Namun, dia tidak menduga, banyak teman-teman yang memberikan pujian. Seketika semangat untuk menulis puisi atau sekadar rangkaian kata-kata pun melonjak naik.
Tidak lama setelah memposting puisi, dia mendapatkan pesan dari Kukuh, salah satu anggota Difabel Smart Community yang terkenal paling pendiam. Kadang Hanna perhatikan jika dia datang ke pertemuan rutin mingguan, duduknya selalu di pojokan. Langka senyuman, kecuali kalau ada yang menyapa, dan jarang sekali menyuarakan pendapatnya.
Kukuh Prawira: Pagi, Hanna. Lagi sibuk apa nih?
Hanna Widya: Pagi juga, Mas. Lagi online aja sih, sambil iseng-iseng nulis puisi. Hehehe...
Kukuh Prawira: Besok pagi kamu ada di rumah? Aku mau ketemu. Ada sesuatu yang perlu aku bicarakan.
Hanna Widya: InsyaAllah ada, Mas. Oke. Hanna tunggu ya...
Kukuh Prawira: Sip.
***
"Assalamu'alaikum..."
Begitu mendengar suara itu, Hanna dan ibunya yang duduk di ruang tamu langsung berpandangan. Bu Wulan akan menemani sang putri saat menemui Kukuh di ruang tamu.
Bu Wulan berdiri untuk membukakan pintu. Hanna tetap duduk di sofa dengan harap-harap cemas. Sejak mendapatkan pesan dari Kukuh, sehari semalam dia menghabiskan banyak waktu dengan bertanya-tanya, meski tetap berusaha beraktivitas seperti biasanya.
Bu Wulan menyambutnya, "Silakan masuk."
Seorang pria yang duduk di atas kursi roda tersebut tidak sendiri, seorang lelaki dengan tubuh agak gempal menemani di belakangnya.
"Kenalkan ini salah satu karyawan saya, Doni." Kukuh memperkenalkan temannya, sesaat setelah mereka semua duduk berhadapan di sofa.
Bu Wulan pamit mengambil minum, tapi mereka berdua menolak, "Sebentar saya buatkan minum dulu. Mau sirup atau kopi, Mas?"