Hanari

Meliawardha
Chapter #11

Bukan Boss Biasa

Karena Yuda bilang sedang ada tugas mendadak dari Bosnya, Hanna terpaksa pulang menumpang Jarot. Hubungan keduanya sudah kembali membaik seperti dulu, sejak Ari dan Hanna berkunjung ke rumah Jarot. Dia sering bercerita banyak hal, jika Jarot sedang menelepon. Mulai dari kelakuan ajaib Ava, lucunya pertengkaran sepele Yuda dan dia yang seolah tak ada habis-habisnya, hingga rutinitas pekerjaannya di Kuma-Kuma, kantor percetakan undangan milik Kukuh. Namun, karena masih canggung, dia tidak pernah menceritakan tentang Ari. Jarot pun tidak pernah membahasnya.

Secara kebetulan pula, di komunitas mereka, tidak ada satu pun yang tahu bagaimana hubungan antara Hanna dan Ari. Keduanya tidak pernah datang bersama atau duduk bersebelahan, seakan ada kesepakatan tak terucap di antara mereka untuk tidak mengumbar hubungan di depan publik.

Namun, Hanna pernah mendengar dari Kumari, bahwa dirinya digosipkan naksir Ari. Dia merasa tak perlu diambil pusing. Toh, itu adalah fakta. Lagi pula apa salahnya seorang wanita naksir sesosok pria? Kecuali jika naksirnya terhadap sesama wanita, atau naksir suami orang. Bagi Hanna, itu baru yang namanya kesalahan!

"Dek Hanna, menurut Adek, Mas Kukuh itu orangnya gimana?" Pertanyaan Jarot yang tiba-tiba menyadarkannya dari aktivitas terhanyut pada syahdunya musik campursari. Keduanya sedang duduk bersebelahan di bagian tengah mobil.

"Hmm... Mas Kukuh orangnya baik dan sabar banget. Aku merasa beruntung punya bos sesabar itu. Walau pun salah, dia nggak pernah marah. Paling cuma bilang, 'diperbaiki ya, Hanna...' Bahkan saat hasilnya lama, Mas Kukuh bilang, 'nggak papa, Hanna. Semampunya aja.' Baik banget kan, ya?"

"Wah, iya, tho? Saya penasaran aja. Soalnya kalo ketemu di acara komunitas orangnya kelihatan pendiam."

"Tapi dia sebenarnya asik kok, orangnya. Apalagi kalo ngejelasin sesuatu, telaten dan detail banget."

"Oohh gitu? Jadi dia bisa ngomong panjang?"

"Hahaha... Ya, bisalah, Kak. Ada-ada aja."

"Wah, super!" Jarot mengikuti gaya bicara salah satu motivator idolanya.

"Dan, satu lagi nilai plusnya, Mas Kukuh ganteng." Hanna becanda, lantas terkikik geli pada ucapannya sendiri.

"Hmm... Semoga berjodoh sama Mas Kukuh."

Hanna terkesiap, "Kok Mas Kukuh? Bukannya Kak Ari?"

"Adek beneran masih dekat sama Pak Bahari?"

Terlanjur basah, menyelam saja sekalian, "Iya. Masih, Kak."

"Ya, ndak pa-pa kalo dekatnya sebatas teman. Ingat Dek Hanna, Pak Bahari itu bukan lelaki sembarangan, dia pasti akan memilih wanita yang sederajat. Wanita yang non difabel. Wanita yang berpendidikan."

Bukan begini yang Hanna inginkan. Berharap Jarot bersedia mendukungnya. Namun, kemudian ditampar oleh fakta, Jarot memang tidak akan pernah sekali pun mendukung hubungannya dengan Ari. Keakraban keduanya di galeri rupanya cuma basa-basi semata. Hanna pun lebih banyak diam sepanjang perjalanan.

***

Pukul setengah delapan Hanna dan Yuda tiba di kantor Kuma-Kuma. Hanna merapatkan jaketnya, hawa dingin terasa menusuk hingga ke tulang-tulangnya. Basahnya sisa hujan deras dini hari tadi masih terlihat jelas di jalanan dan pepohonan sekitar.

"Udah nyaman, Dek?" Yuda memastikan.

"Udah, Mas. Sip!"

"Oke. Mas berangkat ke kantor dulu ya? Nanti sore Mas jemput."

"Kamu yakin nggak papa? Pucet lho."

Hanna mengangguk, dan menyaksikan kepergian kakaknya. Belum sempat berbalik dan menggerakkan kursi roda, Kukuh menyambut dengan ramah, "Selamat pagi, Hanna!"

"Pagi juga, Mas."

Hanna pun mengikuti Kukuh menuju ke ruang kantor, beriringan, sama-sama mengayuh kursi roda. Bangunan ini bergaya minimalis, dengan warna dinding putih, sedangkan warna jendela dan pintu dibiarkan berwarna khas kayu pada umumnya. Sederhana, sesuai dengan kepribadian sang pemilik. Tepat di sebelah kanan ruang kantor, ada sebuah rumah kecil. Kukuh tinggal sendiri, karena yang Hanna dengar dari Joni dia adalah perantau. Kedua orang tuanya menetap di Gembong, Jawa Tengah.

Sayang, Hanna belum berhasil mengorek kisah perjuangan hidupnya secara langsung dan lebih mendetail. Padahal dia yakin sekali, kisahnya pasti penuh dengan lika-liku, dan sangat menginspirasi. Tidak mungkin kan bosnya itu tiba-tiba kejatuhan duit dari langit?

"Jangan cemberut mulu dong, Hanna. Tau nggak, kemarin temennya sepupuku, yang cemberut melulu sepanjang hari. Malamnya disamperin, " Kukuh memecah kesunyian, saat keduanya sudah duduk bersebelahan. Menghadap meja masing-masing.

Hanna mulai menghidupkan komputer di mejanya, "Hantu?"

"Bukan!"

"Ish! Nggak usah nakut-nakutin deh! "

"Disamperin Pak Lurah. Hahaha..."

Lihat selengkapnya