Flasback, 9 bulan yang lalu
Gadis tergesa-gesa menuju ke rumah sakit, untuk mengetahui keadaan mamahnya. Tentu saja ABG tersebut baru bisa berkunjung sepulang dari sekolahnya di SMP Nusa Bangsa. Saat itu, jam pelajaran disekolahnya berakhir lebih lama dari SMP lain di kotanya. Mungkin mendekati waktu Ashar, sehingga Gadis harus berlari lebih cepat, agar tak terlambat berada di samping mamahnya.
Tiga jam telah berlalu. Saat Dokter Taqi menyampaikan kabar mengejutkan sewaktu dirinya masih di sekolah. Mamahnya tiba-tiba mengalami serangan jantung untuk ketiga kalinya. Gadis sangat khawatir, bagaimana kalau Mamahnya tidak sanggup melalui masa kritisnya. Gadis merasa sesak dan terhimpit dengan keadaannya.
"Dis, Mamahmu baru direkam detak jantungnya, dikateterisasi, dan ternyata di dalamnya itu (pembuluh darah jantung) sudah banyak sumbatan. Kami harus melakukan operasi," kata Dokter Taqi.
"Tapi gimana? Nggak ada biaya buat operasi. Gimana kalo Mamah...." Gadis tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Kamu tenang dulu, banyak-banyak berdoa. Kakak akan berusaha mencari jalan keluar!" kata Dokter Taqi menenangkan sambil memeluk Gadis.
"Sebaiknya, kamu makan dulu. Nanti kamu bisa sakit kalau perutmu dalam keadaan kosong. Ini sedikit uang buat beli nasi di kantin." Dokter Taqi memberi Gadis beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah kepadanya.
"Gimana bisa, makan dalam keadaan kritis kaya gini. Lagipula uang ini terlalu banyak. Aku nggak bisa terima ini," kata Gadis menolak sambil memberikan kembali uang itu pada Dokter Taqi.
Meskipun ia telah menolak, Dokter Taqi tiba-tiba menyeretnya menuju kantin, dan memesan berbagai macam makanan. Dokter muda itu lantas memaksa Gadis untuk menghabiskan semua makanan yang telah dipesannya. Kemudian, Dokter Taqi segera meninggalkan Gadis untuk segera merawat pasien lainnya.
Gadis bingung, mau di apakan makanan sebanyak ini. Dia tak mungkin sanggup untuk menghabiskannya. Berbagai macam makanan telah terhidang di mejanya. Ada sup ayam, burger, mi ayam dan bakso. Juga berbagai macam minuman yang melengkapi hidangan tersebut. Gadis memandang lesu semua makanan itu. Bahkan dia menghela nafasnya berulangkali, sebelum akhirnya mengambil sendok untuk segera menyantapnya. Mungkin dengan semangkok sup ayam bisa sedikit menghilangkan kegelisahannya.
Namun, belum sampai sesuap kuah masuk kedalam mulutnya, ia hanya bisa menatap pilu seraya mengaduknya lagi dan lagi. Ia berpikir, " Bagaimana bisa menikmati makanan ini, saat memikirkan Mamah dalam keadaan sakit dan menderita?"
"Dimas?" Seorang lelaki tiba-tiba menyapa dirinya. Ia datang seraya membungkukkan tubuhnya memastikan orang yang sedang di sapanya.
Lelaki itu berada di sebelah Gadis dan memandangi wajahnya berulang kali. Gadis terkejut hingga membuatnya tersedak. Apalagi saat lelaki itu memanggil namanya dengan sebutan Dimas." Nama yang perlahan mulai ia lupakan.
"Kamu Dimas kan...?" tanya lelaki berwajah bule sekali lagi. Tampaknya dia seusia dengan Gadis.
"Siapa....? tanya Gadis balik bertanya sambil menghentikan suapan sendok supnya.
"Lho! Kamu cewek?" katanya terkejut. Kemudian duduk didepan Gadis.
"Hemmm..." jawab Gadis singkat sambil melanjutkan makannya.
"Tapi, kamu mirip banget sama temenku Dimas." Lelaki itu merasa sangat kebingungan saat menatap Gadis.
"Ssstttt.....!!! Bantu aku makan semuanya," kata Gadis tiba-tiba tanpa ekspresi.
"Gila... makannya banyak banget. Yaudah kalo kamu maksa," kata lelaki itu sambil menatap heran dengan semua makanan yang terhidang di meja tersebut.
"Hemm. Habisin! Nggak apa-apa..!" Gadis menganggukkan kepalanya.
"Ok. Tapi, kayaknya aku inget sesuatu. Apalagi saat aku lihat rambut sama bola mata hazelnutmu. Mirip sama..." lelaki itu masih memandangi Gadis sambil mengunyah burgernya yang berukuran raksasa.
"Dimas?" lanjut Gadis.
"Mirip Dimas, tapi juga mirip sama Barbie." katanya yang membuat Gadis tersedak lagi.
"Barbie? Sssstt... Jangan ucapkan nama itu. Bikin mual aja. Cuma Harold yang tau soal itu." Gadis mulai mengingat kembali.
"Iya... Aku emang Harold," jawab pemuda itu kemudian. Namun Gadis kembali terkejut hingga menyemburkan makanannya. Harold memejamkan mata saat butiran-butiran nasi menempel pada wajah dan tubuhnya. Gadis meletakkan sendoknya.
"Iya. Aku yang kamu sebut Barbie waktu itu. Panggil aku Gadis," kata Gadis sedikit lemas.
"Tuh kan. Pantes aja mirip banget sama Dimas. Iya si Barbie. Gadis kamu kembarannya Dimas kan?" tanyanya lagi.
"Hemmm. Jangan panggil aku Barbie lagi." Gadis memperingatkan.
"Oiya. Kenapa kamu jadi kaya gini? Rambut panjangmu kemana? Dulu kamu cantik banget. Kenapa penampilanmu jadi mirip Dimas sih?" Harold merasa ada yang aneh dengan Gadis.
"Hemm. Emang sekarang aku nggak cantik?" kata Gadis sambil menancapkan garpunya diatas meja dengan kasar, sehingga Harold sedikit terkejut dengan perubahan Gadis yang terbilang sangat drastis.