Pagi waktu pengumuman seleksi...
Mendung masih menggantung saat Gadis tiba di sekolah. Udara juga masih terasa sangat sejuk. Hingga dirinya terpaksa mengenakan jaket yang kemarin ia temukan, saat tertidur di halte bus pinggir jalan. Sesampainya di dalam kelas, langkah kakinya terdengar memecah kesunyian. Terhirup olehnya aroma meja, kursi dan ruangan bercampur debu membuat remaja tersebut merasa sesak napas. Segera ia letakkan tas dan jaket pada bangkunya.
Kemudian, ia segera meraih kemoceng yang tergantung pada dinding kelas bagian belakang. Gadis hanya membersihkan meja miliknya saja, mungkin dirinya cukup malas menyapu kelasnya yang sangat luas. Kemudian ia menepuk pelan kursi dan meja dengan kemoceng usang yang sedang dibawanya. Saat ia mulai membersihkan laci dalam mejanya, terasa sebuah benda yang padat berbentuk kotak.
Perempuan itu yakin, kemarin ia sudah membersihkannya. Lantas dirinya segera mengeluarkan dan membaca sebuah nama tertera pada kotak tersebut.
~ To : GADIS~
Kotak itu di tunjukkan untuk dirinya. Satu-satunya siswa yang memiliki nama Gadis di dalam kelasnya. Ia mencoba keluar dari kelas, untuk mencari jejak pengirim kotak tersebut. Namun, tak seorangpun berada di dekat tempat itu. Dia menengok kekiri dan kekanan. Berlari mengitari koridor sepanjang kelas sepuluh dan kelas sebelas. Tak ada siapa pun di sana. Masih pagi, sepi dan sunyi.
Gadis melanjutkan pencariannya hingga tiba di area hitam, sembari membawa bungkusan berwarna merah muda yang tadi berada dalam laci mejanya. Remaja itu hanya diam memandang kotak misterius dengan kebingungan. Mencoba berfikir siapa yang telah meletakkannya di sana. Ehmmm... Akan lebih baik bila Gadis segera membukanya. Biar tak ada lagi, rasa penasaran yang menggelayut dalam hatinya. Terlihat sebuah jam tangan berwarna hitam. Sangat persis dengan milik Dimas, kakaknya kala itu.
Gadis telah lama mencari potongan puzzle untuk melengkapi misteri dibalik tragedi yang menimpa keluarganya.Ternyata benda itu adalah sebuah jam tangan. Dia menemukan sebuah barang bukti yang selama ini dicarinya. Perempuan itu merasa harus menyimpan dalam tempat yang aman. Dirinya yakin bila pengirim jam tangan ini mengetahui sesuatu terkait dengan kematian Dimas. Suatu saat mungkin dia akan membutuhkannya. Lantas ia menambahkan pada catatannya, sebuah benda yang bisa memberinya petunjuk baru untuk menemukan misteri dibalik kematian dari saudara kembarnya tersebut.
☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆
Detak jarum jam terdengar begitu kencang, menambah suasana makin menegangkan di kelas sepuluh SMA Indonesia Raya. Mereka semua menantikan dengan perasaan berdebar-debar. Bahkan kelas mereka tak seperti biasanya yang ramai oleh gelak tawa ceria. Perputaran jarum jam terasa begitu lambat. Sedangkan waktu masih menunjukkan pukul sembilan. Belum ada pengumuman yang mereka nantikan.
Mereka ingin segera mengakhiri ketegangan ini. Semua tampak duduk di bangku masing-masing sambil memanjatkan do'a. Meskipun begitu, beberapa murid, masih bisa berbincang dengan tenang untuk mencairkan suasana.
"Huh.. Lamanya.. Tapi aku yakin, kalau bisa lulus dalam seleksi ini." ucap Oshi penuh keyakinan.
"Kamu kok seyakin itu sih...?" Ara agak sedikit nyinyir saat mendengar keyakinan Oshi.
"Kamu kan bisa melihat seberapa keras usahaku dalam belajar." Oshi melanjutkan.
"Emang sekeras apa..? Aku nggak lihat kamu lagi berusaha. Kamu malah sibuk membersihkan mimisan," ucap Ara meremehkan. Remaja manis itu awalnya berdiri sambil melipat kedua tangannya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya pada Oshi sambil mengangkat rambut yang menutupi telinganya. Wajahnya mulai serius saat Oshi ingin membisikkan sesuatu padanya.
"Ssst....!! Sini.. Jangan sampai kedengaran teman yang lain." bisik Oshi kemudian.
"Iya apa..? Buruan kasih tau." Ara semakin penasaran.
"Selain belajar sampai mimisan... Aku juga..." bisik Oshi sekali lagi.
"Aku juga. Apa?" tanya Ara makin penasaran.
"Minum air." belum juga Oshi melanjutkan kalimatnya. Ara malah menyela perkataan Oshi.
"Iya air?" Ara menganggukan kepalanya sok tahu.
"Air....!!!" Oshi memperjelas kalimatnya yang akhirnya dipotong lagi oleh Ara.
"Air Tajin... !! Pantes aja kamu cerdas banget selama ini. Harusnya dari kemaren kamu bilang sama aku. Biar aku bisa ikutin caramu itu." Ara menutup mulutnya karena terkejut. Padahal dia hanya menjawab sesuka hatinya tanpa tau kebenarannya seperti apa.
"Hadeh. Belum juga ngomong udah di potong. Udah ah nggak jadi. Sana minum air tajin di kantin. Aku mau cari Gadis dulu." Oshi kesal bukan main merutuki Ara yang tingkat tulalitnya tak bisa di gambarkan lagi. Padahal Ara cukup pandai dalam belajar. Tapi terkadang ia susah diajak berkomunikasi.