Beberapa menit sebelum rumah Gadis di robohkan...
"Hadeh.... Buang aja semua rongsokan ini ke tempat sampah!" ucap lelaki bertato pada pekerja yang sedang menjalankan alat berat di depan rumah Gadis. Beruntung remaja tomboy itu telah sampai dan mendengar percakapan rentenir yang bernama Rusdi hendak membuang travel bag miliknya.
"Heih..! Stop. Nggak perlu susah-susah membuangnya." ucap Gadis menghentikan perbuatan Rusdi yang sangat keterlaluan. Perempuan itu lantas merebut tas miliknya meskipun dengan langkah terpincang-pincang.
"Kan udah kubilang. Dasar sok suci! Udah miskin sombong. Kamu nggak sadar? kalau kamu nggak ada bedanya sama jalang lainnya. Sukurin...!! Sekarang kamu jadi gelandangan kan...?" ucap lelaki bertato piranha menempelkan jari telunjuknya pada dahi remaja tersebut.
"Maksudmu apa?" Gadis menatap tajam lelaki dewasa yang ada di depannya tanpa rasa takut sedikitpun.
"Aku udah baik nawarin kamu pekerjaan. Kamu tinggal terima. Nggak perlu kehilangan tempat tinggal. Tapi apa? Tolol!!" ucap lelaki itu masih menempelkan telunjuknya pada dahi Gadis.
"Heh cukup...! Kita impas. Harga rumah yang telah kau ambil, nggak termasuk dengan seenaknya menyentuh kepalaku. Apalagi pakai jari kotormu ini!" marah Gadis seraya memelintir telunjuk pria berotot itu.
"Awwwaww... Jalang sialan! Berani-beraninya!!" Pria dewasa itu berteriak kesakitan.
"Haah.. Seharian ini orang-orang sangat menjengkelkan! Berani-beraninya memanggilku jalang! Salahku apa, pada kalian!" remaja tomboy itu melampiaskan kemarahannya pada Rusdi yang kebetulan mencari masalah dengannya. Lantas Gadis pergi dengan rasa sakit di dadanya. Mungkin dirinya telah lama memendam begitu banyak perasaan yang baru saja ia lampiaskan. Sikap Rusdi sudah melebihi batas, hingga tuas pengaman dalam dirinya tak mampu lagi menahan amarahnya.
Baginya lebih baik kehilangan rumah daripada kehilangan harga dirinya. Apapun yang terjadi, Gadis tak ingin jadi murahan hanya untuk bertahan. Dirinya sudah seperti kerak yang menempel pada dasar periuk yang paling dalam. Jadi untuk apa ia memperpanjang catatan keburukan di mata orang-orang.
"Seharusnya aku sadar kalau kamu gila. Bahkan kamu nggak pantes jadi piaraan cantikku di klub malam. Cuiih! Hancurkan!" teriak lelaki dewasa itu pada pekerja yang hendak menghancurkan rumahnya.
Baru beberapa langkah ia berjalan, terdengar dentuman yang amat keras. Dan... Rumah berharga yang ditinggalkan mamahnya hancur berantakan begitu saja. Gadis tak mau lagi menengok kebelakang apalagi melihat sisa-sisa remahan dinding bekas tempat tinggalnya. Lantas ia berjalan sambil memejamkan matanya teringat semua kenangan di rumah saat bersama dengan keluarganya. Seandainya saja dia mampu melunasi hutang mamahnya yang terus saja bertambah. Pasti Rusdi tak semudah itu mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya. Tempat tinggalnya. Tempat ia melepaskan penat dan lelah.
"Aaauuchh.. Siall..!!!" Gadis menginjak sesuatu yang lembek dan memiliki aroma yang khas... Aahh.. Menjijikkan.. Pasti ini milik Pluffy si anjing tetangga. Gadis merasa harinya dipenuhi dengan kesialan. Dalam hati ia memohon agar Tuhan menyudahi kemalangannya. Namun yang keluar dari mulutnya hanyalah kata-kata umpatan.
Sepertinya ia harus lebih bersabar berjalan ketempat Baba. Terutama untuk membersihkan sepatunya. Lantas kemana lagi tujuannya bila bukan ke tempat bosnya itu. Meskipun jaraknya tidak terlalu jauh, dengan kaki yang cedera membuat perjalanannya seakan menempuh ribuan kilometer. Apalagi dirinya harus membawa beberapa barang yang cukup besar. Gadis bersusah payah menuju toko kelontong, sekaligus tempat tinggal lelaki paruh baya tersebut.
Sesampainya di sana, pintu toko milik Baba tertutup rapat. Sungguh diluar dugaan. Tak seperti biasanya, Baba hanya meninggalkan sepucuk surat di sela pintu tokonya. Sudah pasti surat itu ditunjukkan untuk Gadis. Lantas ia membuka dan mulai membaca setiap kata yang ditulis Baba. Surat berwarna putih polos itu, berisi tentang.....
"Dis, Baba sangat menyesal harus menyampaikan semua ini sama kamu. Tadi pagi, Baba mendapat telepon dari kampung halaman Baba. Kalau anak Baba, di kampung lagi sakit. Istri Baba ingin supaya Baba kembali ke kampung untuk memulai usaha baru di sana. Kemungkinan besar, Baba tak bisa kembali lagi ke kota ini. Tapi kamu jangan khawatir, Baba sudah merekomendasikan kamu di warteg ujung jalan dan toko roti sebelah pasar. Gimana Dis? Baba minta maaf sama kamu," tulis lelaki paruh baya itu untuk karyawan yang sangat dikasihinya.
Remaja tomboy itu hanya bisa menghela nafas sangat panjang. Tubuhnya tiba-tiba merasakan lemas. Selain kehilangan rumah, dia juga kehilangan seseorang yang selalu menjadi tempatnya bersandar. Tangannya lunglai melepaskan kertas putih jatuh ke atas tanah. Dalam keadaan seperti ini, Gadis sempat merasa kebingungan harus pergi kemana. Dia menyusuri jalanan dengan perasaan hampa. Ruang kosong dalam hatinya semakin gelap tanpa harapan. Haruskah dia mengambil uang didalam rekeningnya..?
Gadis tak ingin menggunakannya sekarang. Ia hanya berharap untuk segera mengembalikannya. Ia harus menemukan cara lain untuk tempat tinggalnya.
Sesaat kepalanya merasa berdenyut hingga ia terduduk di emperan toko menatap kosong layar smartphone miliknya. Buntu. Tak ada jalan. Perempuan itu sejenak tertawa. Hidupnya bagaikan sebuah candaan dari Tuhan. Ia teringat bila dulu, dirinya sangat lemah tak seperti sekarang. Kejadian seperti ini bisa membuatnya menangis dan meratap. Sekarang, dirinya sangat jauh berbeda. Keadaan membuatnya terbiasa menerima segala derita.
"Harold...? dr. Taqi...?" Gadis menggumam teringat keduanya. Lampu diatas kepalanya seakan menyala. Kedua orang itu manamungkin bisa menolak kehadirannya.
Beberapa jam kemudian...
"Barbie, buruan naik." Harold tiba di tempat Gadis dengan mengendarai motor sport miliknya. Perasaan Gadis tak enak ketika melihat Harold datang bersama motor kesayangannya. Ia merasa harinya sangat buruk ditambah lagi sahabatnya malah datang dengan mengecewakan.
"Pantesan lama. Perutku sampe keroncongan. Lebih baik kalau kamu bawa sepeda," ucap Gadis kesal pada kawannya.
"Kenapa sih...?" Harold bingung dengan apa yang dikatakan Gadis padanya.
"Aku yakin satu tahun kemudian, kita baru berhasil menemukan tempat tinggal buatku." Gadis memutar bola matanya malas.
"Lebih baik berhati-hati Dis, biar lambat asal selamat," ucap Harold dengan senyum jokernya.