Beautiful Gadis

Anggia Novkania
Chapter #1

1. Seorang Gadis

Di sebuah sudut sekolah yang letaknya di koridor paling ujung, lumut yang menempel pada dinding pinggiran kelas kosong tersebut, menghembuskan aroma lembab yang terasa mencekik tenggorokan. Suram oleh jaring laba-laba yang menggantung cukup tebal di plafon koridor. Ruangan terbuka tanpa pintu tersebut terlihat agak menyeramkan. Namun tidak, bagi kedua remaja yang sedang berada di tempat itu. Salah seorang pelajar yang ada di sana, memaksa pelajar lainnya untuk membacakan sebuah puisi karya Chairil Anwar.

AKU

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

MARET 1943

Chairil Anwar



"Ulangi lagi!" paksa pelajar yang tampaknya seorang wanita. Terlihat jelas saat dia memakai rok yang sedikit panjang. Tepat di bawah lututnya. Hanya saja, dia memiliki potongan rambut yang sangat pendek. Sekilas mirip seorang siswa lelaki. Namun tampaknya pelajar yang ada di depannya itu, mulai lelah.

"Pahami sekali lagi kata-kata dalam puisi itu!" perintah remaja tomboy tersebut.

"Cukup! Aku udah nggak mau baca puisi lagi. Please...!" mohon pelajar itu dengan suara bergetar.

"Kamu melanggar kesepakatan kita. Jadi aku pengen kamu memahaminya. Aku, dalam puisi itu sama seperti aku saat ini." gertak gadis yang di depannya.

"Aku ini binatang jalang, dari sekumpulan yang terbuang. Jadi jangan samakan dengan dirimu makhluk terhormat di sekolah ini. Yang tak memiliki cela. Akulah yang akan menyelesaikannya, demi kesempurnaan nilai-nilaimu. Demi sempurnanya hidupmu. Jadi, tunjukkanlah nilai yang pantas untukku," lanjut sang gadis dingin dengan suara rendahnya. Bahkan matanya juga kian tajam menatap kawannya itu.

"Tolong sekali ini saja. Aku mohon." Siswa lelaki dengan seragam putih abu-abu itu berlutut memohon dengan menggosokkan kedua telapak tangannya. Dia memohon pada seorang pelajar wanita yang sedang berdiri di depannya. Namun siswi berambut pendek itu tampak tidak peduli dengannya.

Siswi itu hanya diam memandang temannya dengan malas. Tangan kanannya menyisir rambut pendek lurus yang berwarna kecoklatan miliknya. Sedangkan tangan kirinya memegang buku note yang menggantung pada lehernya yang jenjang dengan strap berwana hitam putih bertuliskan I love K-pop. Tampaknya halyu wave juga tengah melanda kota kecil yang menjadi tempat tinggal mereka.

"Hanya ini yang bisa kuberikan." Lelaki muda itu memberikan amplop putih polos persegi dengan kedua tangannya yang gemetaran. Remaja wanita itu mengintip isi amplop yang terbuka bagian ujungnya. Dia berdehem dan sedikit terbatuk. Wajahnya yang datar terangkat memandang lelaki muda di depannya. Bola matanya semakin bulat berkilau menatap tajam Si empunya amplop tersebut. Dia melemparkan amplop itu ke lantai. Tak berharga. Gadis itu memutar tubuh rampingnya berbalik pergi meninggalkan lelaki yang di anggapnya kurang berfaedah. Tak bisa memberikan manfaat sedikit pun untuknya.

Tanpa menoleh dia berhenti sejenak sambil mengatakan, "Kerjakanlah sendiri!" pelajar yang memohon pada siswi itupun segera menghalangi langkahnya.

"Iya, iya! Ini aku tambah lagi." dia mengatakan dengan sangat gugup sambil menambah beberapa lembar uang ratusan ribu yang ada di dalam kantong celananya.

"Aku tahu! Tadi kamu bohong. Kamu sengaja menyembunyikan sisanya di dalam kantong celana. Orang kaya kok pelit! Semua harus sepadan dengan apa yang akan kukerjakan." Remaja wanita itu segera mengambil pulpen yang terselip di antara lembaran kertas dalam notenya. Dia mulai mencatat tugas yang akan dilakukannya. Dia mungkin agak sedikit pelupa. Beruntung note pemberian dua sahabatnya itu sangat membantu menyelesaikan tanggung jawabnya.

"Lihatlah ke sana dan peganglah amplop ini!" gadis tomboy itu memberikan petunjuk dengan gaya acuhnya.

Dua siswi lain berada di balik dinding kelas yang kosong sedang memotret pelajar laki-laki tadi dengan ponselnya. Sebagai tanda bahwa mereka telah berhasil melakukan transaksi.

"Dua hari lagi akan kuberikan apa yang kau inginkan," lanjutnya lagi. Kemudian pelajar laki-laki itu segera pergi meninggalkan gadis tomboy tersebut.

"Ok. Berhasil!" kedua siswi yang berada di balik dinding kelas kosong tersebut berteriak kegirangan. Namun dari arah belakang, guru olahraga yang tak sengaja melewati kawasan hitam itu, menjewer kedua telinga sahabatnya dan memarahinya.

"Auuwwww, auuuww... Pak, ampun!" teriak kedua temannya itu bersahutan.

"Hei Ara, Oshi! Kalian ngapain di sini hah? Mau berbuat maksiat ya? Di sini sangat berbahaya. Bapak kan sudah melarang semua murid ke tempat ini. Area hitam ini bukan tempat untuk bermain-main. Kalian bisa lihatkan? Di sebelah dinding lorong, terdapat alat berat yang kapan saja siap menghancurkan dinding tua ini. Gedung-gedung itu harus selesai dengan tepat waktu. Kalian bisa membuat masalah kalau masih nekat bermain-main di tempat ini. Mengerti?" marah Guru olahraga itu menunjukkan pemandangan berbahaya yang ada di depannya.

Lihat selengkapnya