Ganendra asik memilah baju dari dalam lemari. Malam ini rencananya ia akan bertandang kembali ke rumah ketua RT untuk melakukan pelaporan yang kemarin sempat tertunda.
Nggak tahu kenapa, Ganendra kelihatan antusias banget. Padahal ini cuma sekedar laporan biasa. Nggak ada yang lain. Tapi antusiasme Ganendra kayak abg muda yang lagi kasmaran.
Oke.
Ganendra akui, dia memang lagi jatuh cinta sama anak perempuan Bu RT yang cantiknya kebangetan itu pada pandangan pertama. Kalau dipikir-pikir, ya konyol sih. Baru juga kenal, masa bisa langsung jatuh cinta.
Tapi ya namanya juga kuasa Tuhan. Apa aja bisa kejadian kalau Tuhan sudah berkehendak.
Sementara Ganendra asik dengan dunianya sendiri, Abigail juga asik dengan kegiatannya. Anak sulung Ganendra itu terlihat fokus pada satu hal. Apalagi kalau bukan memandangi sang ayah dengan seksama.
Si sulung sedari tadi menatap lurus ke arah depan tempat Ganendra berada. Terkadang dirinya menenglengkan kepala, atau mengerutkan pangkal alis waktu ngeliat tingkah abnormal ayahnya.
Karena penasaran, Abigail akhirnya nanya. "Ayah, kenapa sih muter-muter melulu?" tanyanya.
Sayang, yang lebih tua terlanjur asik dengan dunianya sendiri. Sampai panggilan dari Abigail terabai gitu aja.
"Ayah..." Abigail nyoba buat manggil ayahnya sekali lagi. Tapi hasilnya tetap aja sama kayak yang pertama. Nihil nggak ada sahutan.
Kadung kesal melingkupi hati, anak laki-laki berusia kisaran lima tahunan itu lantas memekik nyaring dan membuat Ganendra tersentak kaget.
"IH, AYAH!"
"Iya iya kenapa?" Ganendra berlari mendekat ke arah Abigail setelah mendengar pekikan si anak sulung.
Abigail sudah menekuk wajah dengan posisi duduk bersila sembari tangan bersedekap di depan dada.
Pipinya yang berisi, terlihat semakin menggembung bagai ikan buntal yang terancam. Mata besarnya memicing, sedangkan bibir mengerucut maju.
Mengerikan?
Eeeeiii...mana mungkin. Justru wajah Abigail yang begini minta banget buat diuyel-uyel. Siapa saja yang melihat, pasti mendadak gemas.
"Kenapa? Kok jerit-jeritan sih? Ayah sampai kaget tahu." dada bidang miliknya, Ganendra urut pelan. "Untung Abel nggak bangun, Bang." lanjut Ganendra lagi sambil matanya ngelirik ke arah kasur kecil yang nggak jauh dari kasur punyanya.
Di sana terbaring Abela, si bungsu yang usianya baru memasuki tiga belas bulan. Si bungsu itu kelihatan nyenyak. Nggak terusik sama sekali dengan kericuhan yang semula Abigail timbulkan.
Intinya sih, selagi masih ada dot yang menyumpal di sela bibir, situasi bakal aman terkendali. Abela nggak akan bangun sekalipun bom atom jatuh di pekarangan rumah.
"Abang itu tanya sama Ayah, kenapa dari tadi muter-muter melulu."
"Muter-muter gimana?" tanya Ganendra bingung.
"Tadi." Abigail berdiri dari duduk silanya. Terus tangan mungilnya, dia taruh pada pinggang. "Ayah itu kayak gini-kayak gini di depan kaca." adunya sembari mempraktekan gimana perilaku Ganendra sedari tadi.
Ngelihat tingkah si sulung yang menggemaskan, Gandera jadi nggak tahan buat nyubit pipi gembul si anak.
"Lucu banget siiiih...gemes loh Ayah." Lagi-lagi pipi Abigail jadi bulan-bulanan Ganendra. Yang dicubit pipinya mah diam aja. Udah biasa dia, jadi nggak heran. "Jadi daritadi Abang liatin Ayah?" tanya Ganendra yang dijawab anggukan imut sama Abigail.
"Ayah ngapain sih?" jeda Abigail. "Terus itu liat dong, baju Ayah keluar semua dari lemari." jemari Abigail tertunjuk ke arah depan.
Ganendra yang sedari tadi terfokus ke anak sulungnya, reflek langsung noleh ke tempatnya semula setelah dengar omongan Abigail.
Seketika mata besarnya membulat. Benar kata si sulung. Pakaian Ganendra dari lemari, keluar semua.
Sial banget!
Gara-gara terlalu asik milih pakaian apa yang cocok buat ke rumah Binar, kamar Ganendra jadi kayak habis kena imbas perang dunia kedua.
Berantakan minta ampun. Dan itu ulah dia sendiri. Entah apa yang merasuki Ganendra. Dia juga nggak tahu.
Tapi ya udah lah, semua nggak perlu disesali. Toh udah kadung berantakan juga. Nanti semua bisa diberesin lagi kok. Yang penting sekarang, dia dan anak-anaknya harus siap-siap.
"Ayah mau cari baju bagus." kata Ganendra menanggapi perkataan Abigail.
Dengar omongan ayahnya, mata Abigail langsung berbinar. "Ayah mau pergi? Kemana? Jalan-jalan ya? Abang diajakkan?" tanyanya antusias.
Memang kebiasaan anak seumuran Abigail adalah selalu mengartikan memakai pakaian bagus itu tandanya ingin pergi kesuatu tempat.
Kayak misalnya mall, taman bermain, atau tempat hiburan lainnya. Nggak tahu saja Abigail kalau tempat yang akan didatanginya ini lebih menyenangkan daripada taman bermain. Setidaknya itu menurut Ganendra.
Kali ini hidung mungil Aigail yang Ganendra cubit gemas. "Abang mah jalan-jalan terus." ujarnya.
"Memang bukan mau jalan-jalan?"
"Bukanlah."
Wajah Abigail terlihat bingung. "Terus kemana?"
Gantian mata Ganendra yang memicing jenaka. "Rahasiaaaa~"
"Ih! Ayah!"
🌸