Handsome Widower

Maria
Chapter #4

4

Bu Airin nggak tahu apa yang salah sama otaknya. Waktu tahu Ganendra duda, Bu Airin ngerasa senang bukan main.

Ini bukan perkara niatan Bu Airin yang bakal jadiin Ganendra daun mudanya. Tapi ini tentang niatan Bu Airin untuk ngenalin si duda sama anak perawannya.

Nggak tahu deh. Otak Bu Airin random aja gitu. Mungkin Bu Airin mikir, 'kalo nggak bisa dijadiin daun muda, jadiin mantu juga nggak apa-apa.'

Toh Bu Airin juga nggak mempermasalahkan status kok. Anggap aja by one get two free. Asalkan Ganendra baik dan si anak mau, ya kenapa nggak, kan?

Dan yang paling penting, Bu Airin sudah kadung kepincut sama dua anaknya Ganendra. Jadi ngak masalah.

"Bahagia bener kayaknya? Kenapa toh?" tanya Pak Juna waktu ngeliat istrinya datang dari arah ruang tamu.

Bu Airin ngegeleng doang sambil bilang 'nggak apa-apa' terus duduk tepat di sebelah Pak Juna.

Alis Pak Juna terangkat begitu liat respon Bu Airin yang nggak kayak biasanya. Bu Airin dalam tampilan ini, sama kayak Bu Airin waktu liat uang; bahagia.

Pak Juna nggak tahu apa yang salah. Tapi kayaknya sih, insting Pak Juna bilang kalau ini semua ada sangkut pautnya sama tamu yang barusan aja pergi.

"Tamunya siapa? Tumben kok lama amat?" Pak Juna mencoba mengorek informasi.

Nada bicaranya sengaja dibuat sesantai mungkin. Tujuannya sih biar Bu Airin nggak curiga. Karena kalau curiga, bakal susah lagi dikulik-kuliknya.

Dan ternyata dugaan Pak Juna benar. Waktu beliau tanya hal itu, Bu Airin langsung noleh dengan binar wajah yang kelihatan antusias banget.

"Warga baru...datang mau laporan. Ngomong-ngomong, dia duda loh. Ganteng lagi."

Raut wajah Pak Juna langsung sepet pas Bu Airin bilang gitu. "Terus, kalau dia duda sama ganteng, emangnya kenapa? Mau Umi jadiin daun muda, gitu?" tebak Pak Juna yang sepenuhnya benar.

Pak Juna mah tahu tabiat istrinya kayak mana. Bu Airin bakalan oleng kalau udah lihat yang tampan-tampan. Mirip banget kayak anak-anak perawan yang lagi kasmaran.

Padahal Pak Juna juga oke punya. Secara tampang dan fisik masih aduhai. Nggak kalahlah, sama artis dari negara gingseng merah yang jadi bintang iklan mie mantap itu.

Bu Airin ketawa pelan. Terus balas ucapan Pak Juna. "Tadinya."

"Tuh kan!"

"Bercanda atuh..." dagu Pak Juna, Bu Airin colek pelan. "Umi tuh setia sama Abi. Cuma ada Abi dihati Umi meski nyatanya cinta Abi kebagi dua."

"Kebagi dua gimana?"

"Ya Abi 'kan, lebih sayang Robert."

Pak Juna decak, dan langsung ngerangkul Bu Airin. "Mana ada." kilahnya. "Sayangnya Abi sama si Robert itu cuma sebatas sayang antara majikan sama hewan peliharan. Kalau ke Umi, ya jelas beda kadar sayangnya. Umi mah tetap yang utama."

Bu Airin melirik suaminya sekilas. "Yang bener?"

"Bener dong...kapan coba Abi pernah bohong?" alis Pak Juna bergerak naik turun tanda menggoda.

Bu Airin terkekeh sambil naruh kepalanya di pundak Pak Juna. "Ya nggak pernah sih."

"Tuh kan.." Pak Juna mengelus puncak kepala Bu Airin. Setelahnya beliau kembali membahas topik awal. "Terus, kalau bukan karena si duda, kenapa Umi sumringah bener waktu masuk tadi? Ada yang bikin Umi bahagia lagi?"

Dengar pertanyaan Pak Juna, Bu Airin reflek melepaskan diri dari rangkulan hangat suaminya. "Ah iya! Umi sampai lupa!" pekik Bu Airin girang.

Posisi keduanya yang semula bersandingan berubah karena Bu Airin tiba-tiba balikin badannya jadi berhadapan sama Pak Juna.

"Abi tahu nggak sih?"

"Enggak,"

Bu Airin nampak mendengus. "Ih...Umi kan belum selesai ceritanya atuh Abi. Jangan dipotong dulu."

"Siapa yang motong cerita Umi? Kan tadi Abi mah cuma jawab doang lho."

Kembali dengusan Bu Airin keluarkan. "Terserah deh... pokoknya ini Umi mau cerita, Abi jangan motong cerita Umi. Paham?"

"Iya." jawab Pak Juna cepat.

Beliau cuma mau cari aman aja kok. Soalnya kalau urusan sama Bu Airin tuh susah. Pak Juna nggak mau menciptakan perang dunia ketiga di dalam rumahnya sendiri.

"Jadi gini...kan tadi Umi udah bilang ya, kalau ada warga baru yang laporan?"

"Hm... terus?"

"Nah! Dia itu bawa anak. Dan anak-anaknya itu lucu-lucu tau Bi. Gemesin banget! Rasanya itu pengen banget Umi uyel-uyel."

"O-oke..." Pak Juna sedikit shock waktu dengar kalimat terakhir Bu Airin. "Habis itu gimana?"

"Nah, yang sulung itu namanya Abigail. Uh!" Bu Airin tiba-tiba memekik. Pak Juna yang duduk di depannya sampai terlonjak.

"Astaghfirulloh." lirih Pak Juna.

Untung beliau nggak ada penyakit lemah jantung, atau penyakit berbahaya lainnya. Kalau aja ada, pasti di Masjid komplek sudah menyiarkan kabar kepulangan Pak Juna malam ini.

"Abigail itu gemesin banget Bi! Pintar lagi...ganteng juga! Uh, Umi jadi pengen banget nyulik si Abi." ujar Bu Airin antusias.

Pak Juna mundurin badannya sedikit. "Jangan anarkis." timpal Pak Juna yang ditanggapi dengan cengiran lebar oleh sang istri.

"Terus udah? Gitu aja? Nggak ada yang lain?" tanya Pak Juna lagi. Karena Pak Juna sudah hafal bahwa cerita Bu Airin nggak akan berakhir semudah ini.

"Belum." Bu Airin menggeleng.

Pak Juna menghela. "Yaudah sok atuh cerita. Abi dengerin."

Senyum Bu Airin langsung merekah waktu Pak Juna bilang kayak gitu. Dan dengan antusias Bu Airin kembali ngelanjutin ceritanya.

"Nah...selain si sulung, Nak Ganendra-"

"Ganendra?"

"Ayahnya Abigail. Si duda."

Lihat selengkapnya