Handsome Widower

Maria
Chapter #9

9

Ada yang lain dari kediaman Bu Airin pertengahan siang ini. Kalau pagi tadi rumah paling luas sekomplek ini mirip jalur Gaza, pertengahan siang ini justru rumah Bu Airin bak kota mati tak berpenghuni. Hanya beberapa kali terdengar desahan lirih dari kamar utama yang pintunya sedikit terbuka. 

"Ssshhhss...Abih, uh...pelanh-pelanh, hhss..."

"Tahan, Mi."

"Sshhh ahh..Abih,,, uh! Jang..ah..emphh..ah..uh, Bi! Pelanh! Uh!"

"Bentar lagi."

"Udah ah, Bi."

"Dikit lagi."

"Uh..." Bu Airin menggelinjat.

"Emmph...Abi..." mendesah,

"Uh...Abi..." lagi, 

"Emphh..angh...eum.." lagi,

"Abii...ah..Bi...ouh..." dan lagi--

---sampai.

"ABI!"

Puk!

"Astaga...apa-apaan sih Mi!" gerutu Pak Juna kesal sembari menepuk kuat pergelangan kaki Bu Airin yang bengkak. Ice bag yang Pak Juna pakai untuk mengkompres kaki Bu Airin beliau buang ke lantai.

"Sakit ih, Bi! Pelan-pelan dong!"

"Ya dari tadi juga pelan-pelan. Uminya aja yang lebay pake acara ngedesah-desah segala." sungut Pak Juna sedikit kesal. "Udah kayak anak perawan lagi diperawanin aja." 

Puk puk!

"Itu bibir seksi amat ya ngomongnya." Bu Airin dengan segala kearifan lokalnya gantian menepuk bibir aduhai milik Pak Juna sebanyak dua kali.

Sebenarnya Bu Airin ingin menjalankan sunah dengan menepuk bibir Pak Juna sebanyak tiga kali, tapi urung karena Bu Airin masih takut sama dosa. Dan terlebih lagi, mereka baru saja berbaikan. Masa iya sudah ingin bertengkar lagi?

"Abisnya Abi dengerin Umi uh, ah, uh, ah mulu. Padahal cuma dikompres doang. Tapi lebay betul."

"Namanya juga sakit." seloroh Bu Airin dengan bibir yang mencebik.

Pak Juna menghela, kemudian mendongak untuk ngelihat wajah ayu Bu Airin. Sejujurnya, Pak Juna sedikit iba dengan kondisi Bu Airin sekarang. Iya sedikit, nggak banyak. Soalnya, Bu Airin sakit begini karena ulahnya sendiri kok.

Sementang permintaan maafnya diterima Pak Juna, Bu Airin jadi lupa diri. Lari kesana kemari seperti anak kecil yang baru dibelikan gugali.

Sebenarnya, Bu Airin kelewat senang bukan hanya karena permintaan maaf yang diterima, tapi juga karena niatannya untuk mengenalkan anak perawan dengan si duda anak dua mendapat lampu kuning dari suami. 

Yah meski masih lampu kuning, Bu Airin mah senang-senang saja. Setidaknya aksi protes Bu Airin pagi tadi membuahkan hasil.  

Karena saking senangnya, Bu Airin sampai melompat-lompat di atas kursi pantry. Nggak tinggi sih memang, tapi kalau jatuh ya lumayan juga.

Dan sepetinya dewi fortuna berhalangan hadir, jadi Bu Airin kena apesnya. Dalam lompatan ketiga, kaki Bu Airin sedikit keluar jalur. Karena nggak seimbang dan terlalu berat gaya gravitasi yang dihasilkan, Bu Airin terjatuh dengan kaki yang tertekuk. 

"Makanya jangan lompat-lompat kayak tadi, jatuh kan? Kalo kayak gini, siapa juga yang repot?" cecar Pak Juna. "Diajak berobat nggak mau, bilangnya minta dikompres aja. Giliran dikompres uh ah uh ah.."

Bu Airin mendengkus sambil menekuk wajah. "Ndumel aja terus, nggak ikhlas banget kayaknya ngompresin kaki Umi."

"Bukan gitu, cuma Abi kesel aja...Umi diajak berobat nggak mau." ujarnya. "Apa Abi telponin dokter Kang aja? Itu, dokter pribadi kita yang di Korea?" 

"Nggak usah," Bu Airin menggeleng. "Nanti juga sembuh kok, kan udah kompres pakai es batu. Terus nanti tinggal dikasih salep anti inflamasi juga cukup kok."

"Gitu aja?"

"Iyalah...emang mau kayak mana?" 

"Abi kira perlu didedel gitu, semacam operasi lah."

"Ngawur! Mana ada." 

Pak RT menggedikkan bahu kemudian beranjak dari duduk bersilanya di lantai. Sementara Bu Airin masih memperhatikan.

"Abi mau ke mana?" tanya Bu Airin ketika Pak Juna mulai berjalan sedikit menjauh.

"Mau ke dapur, mau masak. Bentar lagi anak Abi pulang. Kasian kalo pulang nggak ada makanan." 

"Biar Umi aja yang masak." 

"Emang bisa jalan ke dapur?" sebelah alis Pak Juna terangkat ke atas.

Bu Airin menggeleng. "Ya nggak lah." 

"Lah terus?"

"Gendong!" ujar Bu Airin manja.

Pak Juna menghela nafas lelah. Tapi tetap aja ngelakuin apa yang Bu Airin mau dengan menggendongnya ala koala. 

"Untung sayang Abi tuh sama Umi." kata Pak Juna. 

Bu Airin mengulas senyum sembari tangannya bergelayut manja di leher Pak Juna. Kemudian wajahnya ia dekatkan pada telinga sang suami.

"Umi juga sayang Abi...let's make yum yum for to night." 

🌸

"Satu satu...Abang sayang ayah. Dua dua...juga sayang ayah. Tiga-tiga, sayang sama Abela. Satu dua tiga, Abang sayang semuaaa..." 

Anak sulung Ganendra bernyanyi riang di dalam mobil milik Biyu. Kedua orang dewasa itu tersenyum mendengar suara khas anak-anak milik Abigail. 

Tapi senyum salah satu orang dewasa tersebut nggak berlangsung lama. Binar; anak perempuan Pak Juna menyadari kalau ada yang aneh dengan lirik lagu yang barusan Abigail nyanyikan.

'Kenapa semua liriknya jadi sayang ayah? Kenapa nggak ada yang sayang ibu?' batinnya.

"Abi..." panggil Binar sambil menoleh ke arah Abigail.

Yang dipanggil noleh, habis itu tersenyum. "Iya Tante cantik." 

Lihat selengkapnya