Handsome Widower

Maria
Chapter #15

15

Pagi ini rumah paling mewah di kawasan IN Village Hills itu menjadi lebih ramai dari pagi kemarin. Selain ada Derihan dan Aeno yang dari semalam menginap-kecuali si bontot-rupanya ada anggota tambahan yang baru bergabung subuh tadi. Siapa lagi kalau bukan Pak Juna dan Mikaila.

Sepertinya saran yang diberikan Binar malam tadi Bu Airin indahkan. Jadilah sekarang pasangan alay kelebihan hormon itu sudah kembali merajut kasih.

Nggak tahu juga bagaimana cara mereka berbaikan. Mungkin saling lempar kata maaf atau saling meminta untuk disalahkan, pokoknya terserah deh.

Yang penting intinya mereka sudah kembali berbaikan dan keadaan rumah sudah kembali seperti biasanya. 

"Jadi Abi semalaman ngerecokin kamu, Mik?"

Binar membuka obrolan sambil mencentongkan nasi dan lauk untuk Mikaila serta kedua sepupunya yang lain. Pagi ini Binar menggantikan tugas Bu Airin menyiapkan sarapan.

Sementara yang bersangkutan lagi asik merajut kasih bersama Pak Juna untuk menuntaskan rindu di taman samping rumah.

"Iya," adu Mikaila. "Apalagi sebelum Umi telpon. Huh! Rese' Teh!"

"Emang gimana rese'nya?" 

"Ya gitu...si Abi ngerengek mulu mirip kayak anak kecil yang nggak dibeliin balon tiup. Sebentar bilang kesel, sebentar lagi bilang marah, terus tiba-tiba bilang kangen. Ya gitu lah, alay." 

Derihan dan Binar terkekeh karena gerutuan si bontot yang kedua. Sedangkan Aeno seperti nggak tertarik dengan apa yang Mikaila ceritakan dan asik dengan sarapannya.

Aeno sedang terjangkit sindrome bad mood. Jadi usut punya usut, yang paling muda sedang gegana. Alias gelisah galau merana.

Ya gimana nggak gegana? Sepagian ini atensi Binar dan Derihan teralih pada sosok bontot yang lain. 

Padahal sebelum-sebelumnya, hanya Aeno yang diperhatikan. Sekarang perhatiannya teralihkan oleh makhluk yang untungnya nyata dengan warna kulit layaknya kedelai hitam yang pak tani rawat seperti anak sendiri.

Sadar kalau yang paling bontot sedari tadi hanya diam, Binar mengalihkan fokusnya menjadi pada Aeno.

"No? Dari tadi kok diam aja, kenapa?" 

Pertanyaan Binar membuat Derihan serta Mikaila ikutan beralih pada Aeno. Kedua kakak beradik itu membenarkan ucapan Binar tentang sepupu bontot mereka.

"Nggak papa, Teh."

"Nggak papa tapi mukanya kusut gitu. Kenapa? Ada yang dipikir?" tanya Binar lagi.

Sejujurnya, ingin sekali Aeno menanggapi pertanyaan Binar itu dengan menjawab, 'Iya! Aeno tuh lagi mikir, apa salah Aeno sampe Teteh sama mas Deri ngelupain Aeno gitu aja. Padahal kemarin kita masih sama-sama sebelum si kedalai hitam itu datang dan merebut semua layaknya negara api yang menyerang.'

Ungkapan hati Aeno yang tertahan itu sepanjang dan seribet mengerjakan soal matematika 5 dikurang 3 tapi jalan jawabannya terlalu berbelit. Perlu 10 dikali 11 dulu, terus dikurang 50 terus dibagi 2 abis itu dikurang 28. Padahal hasilnya sama, tetap saja 2.

Dan intinya juga tetap sama, Aeno cemburu. Titik! Nggak pake koma.

"Aeno?" 

"Iya?"

"Ada yang dipikir?" tanya Binar sekali lagi.

Aeno menggeleng. "Nggak kok, cuma bingung aja kok Abi belum dateng, padahal udah jam segini..." elaknya.

Nggak mau banget pokoknya Aeno bilang kalau lagi cemburu. Gengsinya terlalu tinggi. Apa lagi bilang cemburunya di depan Mikaila. Si bontot nomor dua bisa sorak -sorak bergembira.

Jadi, demi ketentraman hati Aeno kedepannya, lebih baik mengelak saja. Toh sebenarnya apa yang Aeno katakan juga bukan sebuah kebohongan. 

Aeno masih menunggu kenapa Abigail belum juga datang padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. 

"Oh? Emang biasanya Abi kesini dulu Neng? Nggak langsung diantar ke sekolah sama Ganendra?" 

Derihan yang emang nggak tau mekanismenya kayak mana akhirnya bertanya. Sedangkan Mikaila yang lebih nggak tau apa-apa, cuma bisa memperhatikan sambil sesekali menyuap makanannya. 

Katanya sih, si beruang madu lagi nggak mau ikut campur urusan orang dewasa. Jadi dia lebih milih untuk menggemukkan cacing diperut dengan makanan bergizi aja. 

"Nggak Mas, biasanya Abi diantar dulu kesini. Terus perginya barengan sama Neng. Kadang sama A' Biyu juga kalo pas Aa' mampir."

"Terus sekarang gimana? Apa perlu Mas telfonin Ganendranya nanyain kenapa Abi belum diantar kesini?" 

Derihan yang sedari lahir udah kelebihan kadar baik memberikan penawaran pada Binar. Tapi perempuan itu malah menggelengkan kepalanya sebagai respon. 

"Nggak usah Mas...mungkin Abi lagi sedikit malas. Biarin aja..hehehe," katanya lembut. 

"Tapi Teh, kayaknya nggak mungkin deh kalo Abi malas..." timpal Aeno. "Maksud Aeon, Abi tuh keliatan pintar. Aktif juga di kelas waktu kemaren Aeno nggak sengaja liat. Jadi kemungkinan si bogel malas, Aeno rasa bukan." 

Benar sih apa yang Aeno bilang. Beberapa hari mengajar Abigail di kelas, anak sulung Ganendra itu sangat kooperativ untuk anak seusianya. 

Abigail mampu mengikuti semua pembelajaran yang Binar beri. Selain itu, Abigail mudah bergaul meski tergolong murid baru yang tidak terdaftar. 

"Apa mungkin Abi sakit ya Teh? Kemarin kan aku sama dia banyak banget makan cokelat, terus pulang main airnya lama banget." tanya Aeno yang membuat Binar terdiam.

Anak perawan Pak Juna memutar jemarinya pada pinggiran cangkir teh yang mulai mendingin. Sebenarnya Binar nggak mau berburuk sangka, tapi bisa jadi apa yang Aeno katakan barusan juga benar adanya. 

"Mudah-mudahan aja nggak," ucap Binar positif. Ada sedikit jeda sebelum dirinya kembali berujar. 

"Udah nggak usah dipikir, sekarang lanjutin aja sarapannya, abis itu tolong antar Teteh ke sekolah ya."

"Nggak bareng sama Mamas aja, Neng?" 

Binar mengeleng dengan menyertakan senyum simpul. "Nggak usah Mas, biar sama Aeno aja. Bisa kan, No?""

"B-bisa kok Teh."

Jawaban Aeno membuat kedua sudut bibir Binar terangkat meskit tipis. "Yaudah diabisin sarapannya, Teteh ke kamar dulu." pungkasnya sembari berdiri dari kursi makan lalu beranjak menuju kamar di lantai dua.

Meninggalkan Derihan, Mikaila dan juga Aeno yang kini tengah memandang bingung kearahnya.

Lihat selengkapnya