Siang ini salah satu rumah di kawasan elite IN Village terkesan sibuk. Barang-barang seperti perkakas, furniture, alat-alat elektronik terlihat turun dari mobil pengangkut barang ukuran besar.
Gerombolan pekerja jasa angkut mulai membawa satu persatu barang tadi untuk dimasukkan dan disusun ke dalam rumah mewah bergaya vintage sesuai aba-aba si pemilik.
Beruntung sebagian barang sudah dipindahkan beberapa hari lalu, jadi untuk sekarang hanya tinggal beberapa saja walau masih terbilang banyak.
Perlu waktu sekitar lima jam untuk mengatur semuanya. Untung para pekerja angkut itu sudah profesional, jadi nggak rugi membayar mereka mahal karena hasil yang didapat juga memuaskan.
"Ndra, coba dicek lagi ada barang-barang yang kurang nggak."
Seorang perempuan paruh baya dengan tatanan rambut ala-ala ibu pejabat bertanya pada laki-laki yang dipanggilnya 'Ndra' barusan. Perempuan berumur itu memang sedari tadi ikut memandori pekerjaan para pekerja angkut.
Maklum, namanya ibu-ibu. Nggak afdol rasanya kalau nggak ikut berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan anaknya. Sekecil apapun itu.
"Nggak ada Ma, udah Ganendra cek semua. Lengkap paket komplit."
"Yang bener?"
"Bener kok Ma."
"Yaudah kalo gitu. Mama cuma mastiin aja, takut-takut ada yang kurang. Kita kan nggak tahu, apalagi kerja sama orang lain."
Ganendra tersenyum sekilas. Mencoba maklumi sifat Bu Sherin yang nggak berbeda jauh dengan ibu-ibu kebanyakan. Senang bersuudzon ria pada sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
"Iya Ganendra tahu, makasih Mama udah ngingetin. Tapi alhamdulillah kok, nggak ada yang kurang apalagi ilang."
"Ya syukur deh kalo gitu,"
Bu Sherin beranjak dari sofa kemudian berjalan kearah lemari pendingin diikuti oleh Ganendra di belakang.
Diambilnya minuman isotonik dalam botol kecil untuk diberikan pada Ganendra. Sementara dirinya cukup dengan teh rendah gula dalam kemasan kotak.
"Kapan kamu mau lapor sama ketua RT-nya?" Bu Sherin bertanya sembari memberi botol minuman isotonik.
Ganendra menerima pemberian Bu Sherin dengan senang hati. Menegaknya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari sang ibu.
"Besok mungkin Ma. Mumpung libur."
"Terus, malam ini kamu masih tidur di rumah?"
"Iya ... kalau sudah selesai laporan baru nanti Nendra pindah sama anak-anak."
"Ya gitu juga nggak apa-apa sih." Bu Sherin memberi jeda dengan menyeruput minumannya terlebih dahulu. "Tapi kamu udah tahu belum rumah ketua RT-nya di mana? Nanti mau laporan tapi nggak tahu rumah RT-nya, ya sama aja bohong."
"Tahu kok," Ganendra mengangguk yakin. "Enggak jauh dari rumah ini. Paling cuma berselang tiga rumah aja."
Kini gantian kepala Bu Sherin yang terangguk. Kalau si bongsor ini sudah berbicara dengan tampang yakin begini, ya Bu Sherin bisa apa selain percaya.
Bagaimana pun, Bu Sherin tetap akan menganggap Ganendra sebagai anak laki-laki kecilnya yang menggemaskan, sekalipun Ganendra sudah memiliki anak sendiri.
Namun sepertinya bukan hanya Bu Sherin yang berlaku demikian. Semua ibu juga pasti akan berlaku sama jika dihadapkan dengan urusan anak-anaknya.
Para orangtua akan beranggapan bahwa mereka tetaplah anak kecil yang lucu, meski nyatanya sudah dewasa.
"Yaudah dikunci semua pintu sama jendelanya, kita pulang sekarang. Kasian si Abi sama Abel di rumah, takut nyariin." titah Bu Sherin yang dibalas anggukan patuh dari Ganendra.
Benar-benar penurut sekali manusia bongsor satu ini.
🌸
Jam di dinding rumah baru Ganendra masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Tapi karena janjinya pada Bu Sherin kemarin, Ganendra kini tengah bersiap untuk menyambangi kediaman ketua RT guna melakukan pelaporan.
Kedua anaknya ia tinggal di rumah lama bersama orangtua dan juga kakak sulungnya. Sementara Ganendra datang sendiri ke rumah yang baru.
Duda tampan beranak dua itu mulai melangkahkan kaki menuju rumah ketua RT yang berselang tiga rumah saja. Mungkin jarak tempuhnya hanya sekitar lima ratus meter, jadi Ganendra merasa nggak perlu menggunakan mobil. Ya hitung-hitung sekalian olahraga. Toh ini juga masih pagi.
Tanpa ragu, Ganendra mulai melangkah menuju rumah ketua RT. Sepanjang perjalanan, langkahnya dibuat setenang mungkin.