Dari tempatnya berpijak, Dewi Shinta melihat seekor kijang berbulu cokelat keemasan menampakkan diri di atas bebatuan besar, kira-kira empat ratus meter di depan pondoknya.
Tanduk kijang tersebut berkilauan terkena cahya mentari pagi. Terlihat bagai emas dari kejauhan. Beberapa kali kijang tersebut mengedipkan matanya dengan genit pada Dewi Shinta. Melihat itu Dewi Shinta menjadi takjub dan ingin memiliki kijang tersebut sebagai binatang peliharaan. Ia mendesak Prabu Rama yang sedang duduk santai ditemani martabak dan secangkir kopi untuk menangkap kijang itu.
"Kanda tolong tangkap kijang besar di luar itu buat aku sebagai peliharaan"... Dewi Shinta merengek manja sambil menunjuk keluar jendela ke arah kijang besar yang belum beranjak dari tempatnya berdiri.
Karena terus didesak, Prabu Rama akhirnya beranjak dari kursi setelah menghabiskan kopi dalam cangkir tanah liat di depannya, mengejar kijang tersebut dan berusaha menangkapnya.
Prabu Rama pun memburunya dengan segenap tenaga yang terhimpun dari sepiring martabak daging kambing dan secangkir kopi hitam, melompat kesana-kemari menggunakan batu-batu yang ada di sepanjang langkahnya sebagai pijakan, sesekali kakinya hanya menapak pada angin yang berhembus ke arahnya dengan ilmu ringan tubuh yang dimilikinya, tetapi kijang tersebut sangat gesit. Kijang itu terus berlari mengantarkan Prabu Rama hingga jauh ke dalam hutan belantara di puncak gunung. Hingga Prabu Rama pun menjadi kesal dan berusaha untuk memanah salah satu kaki belakang kijang itu. "Swoooossshhhh!" Terdengar suara desiran anak panah yang melesat cepat bergesekan dengan udara.
Prabu Rama memiliki kemampuan untuk memanah tepat pada sasaran hanya dengan mendengarkan suara targetnya saja.
"Aaaaaaaaahhh!" Tak lama kemudian terdengar suara seseorang menjerit kesakitan. Suara seorang laki-laki. Prabu Rama mendengar teriakan tersebut.