Hari demi hari dalam pengembaraan telah dilampaui oleh dua ksatria dewa kakak-beradik itu. Pencerahan batin dan pikiran, bahkan hingga duka yang dalam terbawa dalam setiap langkah pengembaraan mereka.
Akhirnya langkah kaki membawa mereka kembali bertemu dengan hutan rimba untuk kesekian kalinya.
Sepertinya hutan angker. Hawa angkernya berkali lipat dibanding hutan angker yang mereka masuki saat bertemu dengan Dewa Kabandha.
Tanpa mereka sadari, gerak-gerik mereka dipantau oleh sosok mahluk yang bergelantung di atas pohon yang menjulang tinggi.
Sosok tersebut tak lain adalah seekor wanara penjaga perbatasan yang melihat Prabu Rama dan Prabu Lakshmana dari ketinggian sedang berjalan di jalan setapak yang mengarah ke Astana Reksyamuka yang dipimpin oleh Prabu Sugriwa, Ia pun segera bergegas menuju Astana Reksyamuka untuk melaporkan tentang apa yang telah dilihatnya. Ia melompat dan berlari dengan lincahnya dari satu dahan ke dahan yang lain.
Apa yang dilihat wanara penjaga perbatasan tersebut adalah hal yang tidak biasa. Manusia biasa tidak akan bisa masuk sejauh itu ke dalam hutan para wanara, dan berjalan dengan santainya. Kebanyakan manusia biasa akan mati di perbatasan hutan yang hampir seluruh pohonnya menjulang tinggi hingga 30 meteran dengan diameter yang besar, bisa mencapai 6 meter. Macan kumbang dan ular python dengan ukuran 2 kali lipat ular anaconda akan menghabisi setiap orang yang masuk ke dalam hutan tersebut, baik masuk dengan sengaja maupun tidak disengaja. Minimnya cahaya matahari yang masuk ke dalam hutan, banyaknya semak belukar dan lembabnya suhu menjadikan hutan tersebut sebagai tempat yang nyaman bagi ular berbisa dari berbagai jenis dan berbagai ukuran untuk membuat sarang.
Saat itu, Prabu Sugriwa baru saja dikalahkan oleh kakaknya, yaitu resi Subali. Oleh karena itu saat penjaga perbatasan tersebut melapor, melihat Prabu Rama dan Prabu Lakshmana datang ke Astana Reksyamuka, Prabu Sugriwa merasa cemas. Ia berpikir bahwa mereka berdua adalah utusan resi Subali yang dikirim untuk membunuhnya. Kemudian Prabu Sugriwa memanggil ksatria andalannya, Hanoman, untuk menyelidiki maksud kedatangan dua orang tersebut.
Hanoman menerima tugas tersebut. Ia menyamar menjadi seorang brahmana dalam upayanya untuk mendekati Prabu Rama dan Prabu Lakshmana dan mencari tahu apa maksud kedatangan mereka ke Astana Reksyamuka.
"Eh kanda, coba lihat, ada seorang brahmana berjalan menuju ke arah kita"... ucap Prabu Lakshmana dengan suara pelan sambil mengurangi kecepatan langkahnya.
"Iya betul, tapi aneh sekali di tempat seperti ini ada orang berjalan seorang diri"... sambut Prabu Rama yang juga spontan mengurangi kecepatan langkahnya.
Ketika saling berhadapan ketiga orang tersebut saling memberi hormat.
"Selamat siang tuan-tuan"... sapa brahmana tersebut diiringi senyuman hangatnya, seolah memang menyambut kedatangan dua ksatria kakak-beradik itu.