Hantu Kelapa Sawit

Kenon BB
Chapter #10

Chapter 10

Kami bertujuh hanya bisa diam memandang Kek Mat yang terbaring begitu saja di tanah tanpa alas dan tanpa atap. Rumah Kek Mat telah berubah menjadi tanah lapang. Ya, tanah lapang di tengah pepohonan. Tanpa tetangga. Benar-benar menyedihkan.

Tak ada dari kami yang berkata-kata. Sepertinya, otak kami semuanya buntu. Bayangkan saja, satu-satunya yang kami anggap bisa menolong malah terbaring tak berdaya di depan sana. Benar-benar mengerikan.

Faris tertunduk lesu. Aku tahu, ia pasti sedang memikirkan Tante Yani. Tidak, aku tidak mau kalau Tante Yani bernasib sama dengan Kek Mat.

“Bagaimana ini, Bil, Kek Mat saja bisa seperti itu, bagaimana dengan Mamaku ...,” ucap Faris, suaranya bergetar.

Aku tak menjawab. Kupandangi kelompok ‘A’, semuanya tertunduk lesu. Tidak bisa seperti ini, aku harus menaikan semangat mereka. Kami tak boleh menyerah.

Sebentar lagi sore, aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Jika malam, tentunya keadaan semakin menggila.

“Ayolah, semangat, kita kan manusia masa’ kalah dengan hantu,” kataku.

Tak ada yang menjawab.

Kuperhatikan sosok tua yang tak berdaya di depan sana. Kenapa tak terperhatikan? Kakek itu masih bernapas!

Langsung saja aku berdiri. Aku harus mencari air. Aku harus menyadarkan kakek tua itu.

“Di mana sumurnya?” tanyaku yang membuat kelompok ‘A’ tersadar.

“Kenapa, Bil?” tanya Andi.

“Lihatlah, Kek Mat masih hidup. Dia masih bernapas! Kita harus segera membangunkannya.”

Andi memperhatikan Kek Mat sesaat. Lalu, ia lari mencari sumur. Tapi, sumur yang seharusnya ada telah hilang. “Mad, kau panjat pohon kelapa itu. Cepat!”

Ahmad tersentak, seperti kesurupan ia panjat pohon kelapa dengan cepat. Tak lama kemudian beberapa buah telah menyentuh tanah.

“Tapi, bagaimana kita membelahnya, tak ada parang.”

Tak ada yang membalas ucapanku tadi. Arman langsung membenturkan kelapa muda itu ke pohon. Benar juga, kelapa itu pecah. Airnya menetes. Dengan cepat Arman menumpahkan air kelapa itu ke wajah Kek Mat.

Kami menunggu hasil perbuatan Arman itu dengan harap-harap cemas.

Syukurlah, Kek Mat tersadar. Tapi, ia terlihat begitu letih. Ia sudah bisa duduk. Namun, pandangannya masih kosong.

“Kek Mat, bicaralah,” bujuk Andi.

Kek Mat tetap diam. Matanya sibuk memandang ke arah depan, tepatnya ke arah pepohonan di depan sana.

Aku ikuti pandangan Kek Mat, tak ada apa-apa. Hm, mungkin Kek Mat sedang mengembalikan kesadarannya.

“Aku tak kalah ...,” ucap Kek Mat masih dengan tatapan kosong.

Kuambil buah kelapa yang belum pecah. Kubenturkan kelapa itu, sama persis yang dilakukan Arman. Begitu kelapa itu pecah, segera saja kusiram Kek Mat.

“Mana rumahku!” teriak Kek Mat begitu semua air kelapa telah habis menyirami wajahnya.

Sumpah, aku ingin tertawa melihat kepanikan kakek tua itu.

“Kurang ajar! Hantu itu harus diberi pelajaran,” ucap Kek Mat yang disambut gegap gempita oleh kami semua.

Hm, Kek Mat sudah sadar dan kami memiliki sedikit harapan baru.

“Aku tidak kalah, aku hanya lengah!”

Aku tersenyum melihat Kek Mat mengucapkan kalimat barusan. Kelompok ‘A’ malah tertawa. Payah!

“Mamaku, Kek,” ucap Faris.

Kek Mat memandang Faris dengan iba. “Aku tahu. Tenang. Dia baik-baik saja. Kita akan membebaskannya.”

Faris tersenyum.

“Tapi, kenapa kalian siram aku dengan air kelapa! Lengket badanku semuanya ...,” protes Kek Mat sambil memegangi bagian tubuhnya yang terkena air kelapa.

Lihat selengkapnya