Hantu Musala: Pesta Mutilasi

Lasmana Fajar Hapriyanto
Chapter #2

2. Pesantren

Suara desis mobil terdengar dari luar. Abimanyu Putera Fajar, langsung lari dari kamarnya menuju jendela rumah. Dengan senyum dari bibir merah mudanya, dia mencoba membuka korden dengan sangat cepat.

“AYAH PULANG, BUNDA!”

Begitulah teriakan anak tersebut. Sembari melompat-lompat kegirangan, anak berusia 16 tahun itu mencoba membuka pintu dengan keras.

“HATI-HATI, NAK!”

Kekhawatiran seorang Ibu memang tidak bisa disembunyikan. Siti Aisyah, wanita itu ikut berjalan ke depan menyusul anaknya. Dia tersenyum, tampak bibir merah dan mata sayunya yang memanjakan hati.

Begitu Ayah Abi keluar, kesenangan anaknya itu tak terbendung lagi. Langsung dipeluknya dia dan digendong. Cukup berat, bocah umur 16 tahun masih ingin digendong ayahnya. Tapi memang ukuran badan Abimanyu yang tak terlalu gemuk, juga kecil, dapat menjadi faktor mengapa ayahnya masih kuat menggendongnya.

Abi memang seperti itu. Di umurnya yang kian dewasa, kepolosannya masih tinggi. Orang tua mereka berhasil mendidiknya dengan sikap lembut dan penyayang. Apalagi ketika harus menyayangi orang tuanya sendiri.

“Anak Ayah haha, lucu ya, kamu? Kamu itu sudah besar, enggak seharusnya bertingkah kayak anak baru lulus TK. Setelah ini, ayah punya rencana besar buat kamu agar kamu bisa mandiri!” jelas Fajar, Ayah Abi.

Abi nanar. “Mandiri? Rencana apa, Ayah? Kue ulang tahun di umur 17?” tanya Abi lugu.

Fajar tertawa ringan sambil mengacak-acak rambut anaknya. “Bukan, kamu masuk dulu, ya Nak! Ayah mau berbicara dengan Ibu biar ayah bisa rencanakan ini dengan matang!”

Abi tersenyum semringah, kemudian langsung berlari ke dalam rumah dan kembali masuk kamar. Sebagai seorang istri yang baik, Aisyah menuntun suaminya untuk masuk ke rumah, kemudian mempersilakannya duduk di ruang tamu.

Aisyah pergi ke dapur sebentar, kebetulan masih ada stok kopi luak kesukaan suaminya. Aisyah mengambil termos, kemudian menuangkan air hangat ke dalam gelas yang sudah diisi bubuk kopi.

Lima menit berlalu, Aisyah datang. Wanita paruh baya itu kemudian memberikan gelas yang sudah diisi kopi tersebut kepada suaminya. Fajar tersenyum merekah, tampak gigi-giginya.

Aisyah kemudian duduk di samping Fajar yang tengah menyeruput kopi hangat itu. Dia sesekali menarik napas panjang, memikirkan apa yang direncanakan suaminya. Pikirannya masih nanar, belum bisa menebak kejutan apalagi yang akan diberikan.

“Ayah, kalau bunda boleh tahu, kejutan apa yang nanti akan Ayah berikan kepada Abi?” tanya Aisyah sembari mengernyitkan dahinya.

Tangan Fajar terjulur, sampai menyentuh kepala bagian belakang Aisyah, kemudian mengelus-elus kepalanya. “Bunda, Ayah punya brosur yang bagus, siapa tahu Bunda tertarik?”

Fajar segera melepaskan tangannya dari kepala Aisyah, kemudian mulai membuka tas yang ada di sampingnya. Fajar dengan cepat mengambil satu brosur berwarna hijau, lalu memberikannya ke Aisyah. Wanita itu masih nanar dan mencoba membacanya dengan detail.

Lihat selengkapnya