Hari-hari berlalu seperti biasanya. Belum ada teror lagi setelah kejadian kemarin. Kini tibalah hari Minggu pertama bagi Abi di pondok ini. Sekolah tentu saja libur, tetapi kegiatan pondok masih harus dilakukan. Abi tidak boleh melewatkan kesempatan itu bersama teman-temannya.
Kini matahari menyambut mereka dengan senyuman. Burung-burung mulai keluar dari sarangnya dan bertengger ke pohon-pohon. Burung gereja menempel di sekujur tiang dan kabel listrik, membuat mereka dijuluki “si kuat” oleh sebagian orang.
Abi kemudian bangun sekitar jam 06.00. Badannya mulai segar kembali. Itu karena tidak ada teror yang mengancam mereka beberapa hari ini. Saat dia salat subuh tadi bahkan tidak ada makhluk astral yang mengikutinya.
Sedangkan Ali, Damar, Dewa, dan Jona menyiapkan pakaian-pakaiannya yang telah kotor. Mereka bersiap untuk mencucinya. Jadwal mencuci pakaian dan beres-beres memang sudah dibuatkan di hari minggu pagi. Ini membuat kesempatan mereka beres-beres lebih banyak lagi.
Banyak pesantren tidak mengatur jadwal beres-beres dan bersih-bersih, itu biasanya dilakukan saat malam hari. Maka dari itu pesantren ini tidak ingin anak-anak harus malam-malam membersihkan kamar dan mencuci pakaian. Takutnya di hari Senin mereka akan mengantuk saat menjalani sekolah.
“Damar, kamu cuci pakaian pakai apa?” tanya Ali.
“Pakai rudal dari Rusia!” seru Damar, membuat Ali berwajah masam. “Yah, begitu saja marah! Pakai baskomlah masa pakai rudalmu!”
“Maksudku ... aku mau pinjam!” seru Ali.
“Bilang dong dari tadi!” jawab cepat Damar.
Mereka kemudian mencuci pakaian bersama. Di luar, seperti ada ramai-ramai.. Abi dan Ali saling tatap. Mereka merasa nanar karena itu sangat berisik sekali.
“ANAK-ANAK, SEGERA BERKUMPUL KE MASJID SEKARANG!” Suara itu dari yang tadinya masih kecil, kemudian membesar dan terdengar di telinga kelima sahabat itu.
Ali menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Hah? Ngapain? Mengapa harus ke masjid sekarang? Bukankah ini jadwal mencuci? Koreksi jika aku salah!”
Abi mencoba membuka catatannya. “Benar kok. Hari Minggu pagi jadwal mencuci dan bersih-bersih. Kok kita diminta ke masjid?”
“Kalau lo kebanyakan tanya, lo enggak bakal tahu ada apa di sana nanti!” seru Jonathan.
“Jonathan benar, kita harus secepatnya ke sana untuk tahu mengapa kita semua harus dikumpulkan di masjid!” balas Dewa, setuju dengan pernyataan Jonathan.
“Te-terus cucian kita bagaimana?” tanya Ali, mengernyit heran.
“Sebaiknya kita lanjutkan nanti, siapa tahu ini penting!” jawab Abi.
Kelima sahabat itu kemudian pergi, mulai meninggalkan cuciannya yang belum tuntas. Mereka kemudian turun ke lantai paling bawah dan menuju musala di luar.
Sesampainya di musala, kelimanya langsung melepas alas kakinya tepat di tulisan “batas suci.” Mereka kemudian memasuki musala ruang utama yang kebetulan belum banyak orang datang sehingga mereka masih bisa duduk di depan.
Pria bermata tajam dan misterius itu datang dari sudut kanan. Dia menempatkan posisinya pada tengah-tengah peserta yang telah hadir.
“Sambil menunggu yang lain datang, kalian masih boleh keluar. Namun setelah semuanya datang dan lengkap, kalian tidak diizinkan lagi keluar!” seru Pria itu.