Abi hari ini bangun ketika matahari hendak terbit, tepatnya subuh yang sunyi. Hari ini dia akan bertugas sebagai imam salat lagi. Itu adalah amanah dan pesan yang sudah disampaikan oleh Pak Naryo.
Dia kemudian membuka matanya, sedikit menguceknya dan langsung turun ke bawah menuju ke lemari pakaian. Abi mengambil sebuah baju koko warna hitam yang sudah dihiasi oleh motif bunga-bunga melati putih. Dia kemudian memakai baju itu di kamar mandi sembari menunggu teman-temannya juga bersiap.
Setelah Abi mandi, keempatnya sepakat ikut dengan Abi ke musala. Mereka semua sebenarnya tidak begitu yakin lagi jika harus ke sana. Apalagi di tengah situasi yang masih sepi dan damai. Mereka ingat beberapa waktu yang lalu, bagaimana mereka diteror dengan sangat brutal.
“Kamu yakin, Bi? Kita sudah diteror hantu itu berkali-kali. Aku takut ... hari ini kita akan diteror juga ...,” ucap Ali bergidik ngeri.
Abi tersenyum, kemudian menjulurkan tangannya sampai menyentuh bahu Ali. “Jangan takut, pertolongan Allah pasti ada!”
“Pertolongan Allah mana yang lo maksud, Setan! Bahkan Allah tidak pernah menolong kita ketika kita membutuhkannya!” sahut Jonathan cepat.
“Astagfirullah, jangan berkata seperti itu! Dalam surat Al-Fatihah ayat 5, Allah sudah menentukan kepada siapa kita harus meminta pertolongan. “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Maka kita harus meminta pertolongan kepada Allah. Jangan meremehkan kekuatan Allah, Jona! Untuk apa kamu salat jika bukan untuk menyembahnya?!” jelas Abi panjang lebar.
Jonathan hanya membalas perkataan Abi dengan lirikan yang tajam. Sedangkan untuk menghemat waktu, Abi harus berangkat sekarang juga. Kelimanya pun berangkat bersama menuju musala.
Di musala, mereka seperti biasa harus wudu. Setelah wudu mereka kemudian bersama-sama masuk ruang utama masjid. Di sana Abi sudah di depan menunggu teman-teman dari kamar lain datang.
Setelah beberapa menit saja menunggu, teman-teman yang lain datang. Mereka kemudian berwudu satu persatu dengan tertib. Sebelum itu, Abi sudah bersiap untuk mengumandangkan azan. Begitu azan dibunyikan, suaranya pecah menembus atmosfer kesunyian. Mereka semua mendengarkan sambil menjawab azan tersebut.
Dengan tertib, mereka semua masuk musala. Bagi yang tidak kebagian musala utama, teman-teman Abi sudah membentang tikar di luar musala. Di sana mereka sudah bersiap, Ali kemudian membacakan iqamah.
Allahu Akbar!
Takbir telah dibacakan oleh Abi, menandai dengan dimulainya salat. Di rakaat pertama ini, Abi dan teman-temannya merasa khusyuk saat menjalani salat.
Abi kemudian merasakan hawa dingin menusuk pori-pori tubuhnya. Seketika dia menggigil. Dia tidak tahu mengapa dia bisa jadi seperti itu. Keringatnya langsung mengucur membasahi baju hitam yang dipakainya, padahal seharusnya udara dingin tidak akan membuat seseorang berkeringat.
A-apa yang terjadi dengan saya? Apakah saya diganggu lagi? Batin Abi meronta-ronta, berpikir segala macam kemungkinan yang ada. Bahkan kini salatnya saja sudah bisa dianggap kurang khusyuk sebab tidak fokus salat dan malah memikirkan apa yang terjadi padanya.