HANTU PEGUNUNGAN

Faizal Ablansah Anandita, dr
Chapter #3

Hantu Pegunungan Kaukasus

Lag tidak mengulangi kesalahannya terpeleset lagi, ia terus berhasil mendaki walau dengan susah payah, hingga hampir sampai ke dekat puncak. Dari sana warna lereng yang dipijak arit Lag mulai berubah dari menjadi abu-abu pucat yang teramat keras. Hampir-hampir arit Lag tidak bisa menancap di bebatuan lereng. Logam! Ya, bebatuan lereng puncak itu terbuat dari logam. Logam ini lah yang ditambang oleh warga desa kaki gunung dan pendaki dulu. Memang masih menjadi misteri, bagaimana bisa ada logam di bebatuan pegunungan, terlebih logam itu menumpuk dari kaki gunung hingga membentuk sebuah gunung dengan puncaknya sendiri, yang tingginya hampir sama dengan puncak-puncak kaukasus lainya. Seolah diantara gunung-gunung yang berderet ini ada sebuah tebing tinggi yang terbuat dari logam, yang menyambungkan antar puncak dengan puncak lain. Apakah ini fenomena alam, atau buatan manusia? Namun Lag tidak memperdulikanya. Ia terus mendaki dan akhirnya berhasil menyebrangi puncak tebing logam itu.

"Jangan engkau turun terlalu dalam.. Naiklah segera bila kau sudah puas nak.. Ingatlah jasad kami semua tidak bisa diselamatkan" 

Gema suara hantu itu mencapai telinga Lag. Sepertinya suara itu berasal dari lereng datar diatas tadi. Hantu itu berusaha kembali mengingatkan Lag agar berhati-hati untuk turun. Tentu Lag akan sangat berhati-hati, karena bukan batas negara Georgia yang ia lihat di seberang puncak itu, melainkan puncak lain dari kaukasus, yang dibawahnya terdapat sebuah jurang yang dalam.

Ada sebuah jurang besar yang tertutup oleh lipatan gunung-gunung kaukasus, kegelapan pekat menyelimuti dasar jurang itu. Ia yakin ayah dan pendaki lainya puluhan tahun yang lalu, terpeleset jatuh kesana. Lag berniat menuruni puncak, untuk menuju dasar jurang itu, mencari apa yang tersisa dari jasad ayahnya untuk dibawa kembali ke desa. Meski harus menembus lautan kegelapan dan tidak tahu seberapa dalam jurang itu, Lag tetap melangkah turun.

Kini senja telah berganti malam, kegelapan malam bergabung dengan kegelapan dari dasar jurang, membutakan pandangan Lag. Di turunan lereng yang sedikit landai, Lag berhenti, ia mengeluarkan senter dari dalam tasnya. Meski ada bantuan cahaya, sorot senter itu bahkan tidak dapat mencapai apapun yang ada di dasar jurang, atau lereng gunung diseberang. Lag benar-benar seperti ditelan kegelapan, namun tekatnya yang kuat, demi ayahnya yang tamak itu, ia melanjutkan perjalanannya dengan berani.

"Jika kamu menatap kegelapan, maka kegelapan akan menatap balik kepadamu" itu adalah pesan dari penduduk desa agar mereka menghindari melakukan pendakian di malam hari, kata-kata itu langsung terngiang di benak Lag. Sorot lampu senternya selalu di arahkan ke jalanan lereng yang menuju dasar jurang, tidak ke arah lain. Sambil berdebar takut, Lag membayangkan makhluk apa yang hidup di kegelapan pekat seperti ini. Ia kemudian teringat cerita sesepuh desa mengenai seekor naga yang tinggal di lipatan puncak kaukasus. mungkinkah ada seekor naga besar disini? karena lereng ini cukup besar untuk ditinggali seekor naga. Ia juga teringat akan cerita ibunya mengenai hantu gunung yang menyeramkan. Mungkin dari kejauhan ada hantu yang sedang mengamatiku, menungguku lengah dan siap menerkam ku guman Lag ketakutan. Pikiranya berkecamuk, namun langkah kakinya tidak terhenti sedikitpun.

Hingga akhirnya sorot lampu Lag mendapati daratan, Ia telah sampai di dasar jurang! Seketika nafas Lag berhenti, ia ketakutan teramat sangat. Disana begitu gelap, pandanganya hanya sebatas dari cahaya sorot lampu senternya. Lag berencana untuk mencari jasad ayahnya kemudian mengambil pakaian atau apapun yang bisa diambil, lalu bergegas kembali menaiki gunung dan kembali ke desa, ia tidak tahan berlama-lama disini. Lag kemudian mengatur posisi, melemaskan kaki-kakinya, kemudian menelusuri dasar jurang mengerikan itu.

BRUK BRUUK BRUUK

Lag mendengar hentakan kaki begitu banyak, seperti sebuah pasukan yang sedang melintas didepanya. Sorot lampunya menjelajah, kiri-kanan, depan-belakang, namun hanya kegelapan yang ia dapati. Keringat mengucur deras di keningnya, Lag menghentikan langkah kakinya.

BRUK BRUUK BRUUK

Kembali suara itu melintas, bukan lagi di kanan, kiri, depan atau belakang, melainkan dari seluruh penjuru arah di sekitarnya. Lag kini mematikan lampu sorotnya. Suara itu kemudian berhenti.

"Apa ini?! aku merasa seperti dikelilingi oleh ribuan orang disekitarku, namun aku tidak dapat melihat mereka, hanya terdengar suara langkah kaki saja" 

Lag diam membeku, tidak berani bergerak selangkah-pun. Sambil terus menggengam erat senternya, Ia kemudian mencoba melangkah kedepan, meraba kegelapan. Ia berjalan tanpa arah perlahan, setapak demi setapak.

Beberapa langkah telah berlalu, ia kemudian mendengar seperti seseorang sedang berbisik di sampingnya. Lag dengan cepat menyalakan senter dan menyorot ke arah bisikan itu.

Lihat selengkapnya