Kita tentu pernah merasakan buahmangga, apel, nanas, atau semangka. Wah, tentu nikmat dan lezat, ya .... Usut punya usut, ternyata ada buah lain yang lebih manis, lebih lezat, dan lebih menyenangkan daripada itu semua. Masa? Iya, itulah buah zikir kepada Allah Taala.
Eit, tunggu dulu! Jangan dikira zikir itu terbatas pada tasbih (ucapan subh_ânallâh), tahlil (ucapan lâ ilâha illallâh), tahmid (ucapan alh_amdulillâh), dan takbir (ucapan Allâhu Akbar) saja. Sebagaimana dipaparkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitabnya, Al-Adzkâr, pengertian zikir itu luas, mencakup berbagai bentuk ketaatan kepada Allah. Bukan hanya bacaan zikir atau wirid yang biasa kita kenal. Membaca Al-Quran, menunaikan shalat, melaksanakan perintah Allah, dan menjauhi larangan-Nya; itu semua tercakup dalam pengertian zikir.
Dalam Syarh_ Riyâdhushshâlih_în, Syaikh Ibn Utsaimin menjelaskan bahwa zikir itu terbagi menjadi tiga: zikir dengan hati, zikir dengan lisan, dan zikir dengan anggota badan. Hal-hal yang termasuk dalam zikir dengan hati adalah merenungkan keagungan namanama dan sifat-sifat Allah, menyelami kesempurnaan hukum-hukum dan kebesaran ayat-ayat-Nya. Adapun zikir dengan lisan sudah sangat kita kenal, semisal membaca tasbih, tahlil, takbir, azan, membaca Al-Quran, amar makruf nahi mungkar, membaca hadis, membaca kitab para ulama, dan lain-lain.
Lalu, apa yang dimaksud dengan zikir menggunakan anggota badan? Syaikh Ibn Utsaimin menerangkan bahwa maksud zikir menggunakan anggota badan adalah segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah; seperti mendirikan shalat, ruku‘, sujud, dan sebagainya. Adapun yang tergambar di benak kita kalau mendengar istilah zikir adalah ucapan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan yang semacamnya.
Di antara buah zikir yang sangat menyenangkan adalah tatkala seorang hamba senantiasa mengingat Allah, Allah pun akan memberi balasan serupa berupa senantiasa mengingat dirinya, membantunya kala dia membutuhkan bantuan. Allah akan mengampuni dan merahmatinya.
Adakah sesuatu yang lebih menyenangkan dan membahagiakan seorang hamba melebihi curahan ampunan, rahmat, dan pertolongan Allah kepada dirinya? Bukankah setiap kali shalat, kita terus mengikrarkan “Hanya kepada-Mu, ya Allah, kami beribadah; dan hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan”? Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu (QS Al-Baqarah [2]: 152).
Dalam Tafsîr Ibn Katsîr, Sa‘id ibn Jubair menafsirkan bahwa maksud ayat tersebut adalah, “Ingatlah kepada-Ku dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian dengan ampunan-Ku.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Dengan rahmat-Ku.”
Dalam Tafsîr Al-Qurthûbî, Sa‘id ibn Jubair juga menjelaskan bahwa hakikat mengingat Allah adalah dengan taat kepada-Nya. Maka, barang siapa tidak taat kepada-Nya, itu artinya dia tidak sedang mengingat-Nya meskipun dia banyak mengucapkan tasbih dan tahlil serta rajin membaca Al-Quran.