Menjalani kehidupan di alam dunia adalah sebuah cobaan dari Allah. (Dia) Yang Menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS Al-Mulk [67]: 2). Untuk itulah, sebaikbaik insan adalah yang senantiasa menghadirkan perasaan bahwa Rabb-nya sedang mengujinya dengan segala yang sedang dialaminya; kesenangan, musibah, ataupun terjerembap dalam dosa.
Apakah kita bisa menjadi seorang hamba yang merendahkan diri dan mengagungkan Allah dengan penuh rasa cinta kepada-Nya dan mempersembahkan ibadah hanya untuk Dia semata? Sebagaimana ayat yang selalu kita baca pada rakaat shalat yang kita lakukan setiap hari, “Iyyâka na‘budu wa iyyâka nasta‘în, Hanya kepadaMu—ya Allah—kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Dari situlah segala bentuk kejadian yang menimpa semestinya menjadi sarana kita untuk menggapai ridha dan cinta-Nya.
Tatkala kenikmatan menyapa, segenap rasa syukur pun kita panjatkan kepada-Nya. Ketika musibah melanda dan menyayat hati, ridha dengan takdir dan bersabar menerima kenyataan adalah ibadah yang akan menghiasi hati, lisan, dan anggota tubuh kita. Demikian pula ketika hawa nafsu dan bujukan setan memperdaya diri sehingga menerjang larangan atau melalaikan kewajiban, kesejukan tobat dan air mata penyesalan akan menghampiri jiwa kita.
Saudaraku, entah berapa banyak kenikmatan yang telah dicurahkan Allah kepada kita, tak ada seorang profesor pun yang bisa menjawabnya. Namun, lihatlah keadaan dan tingkah laku kita. Betapa sedikit rasa syukur kita kepada-Nya dan betapa banyak kemaksiatan yang kita lakukan kepada-Nya. Orang bilang, “Air susu dibalas air tuba.” Alangkah buruk balasan kita kepada-Nya.
Kita mengaku Muslim (orang yang pasrah), tetapi betapa sering kita membantah aturan dan kebijaksanaan-Nya. Kita mengaku beriman, tetapi betapa sering perintah dan larangan-Nya kita ingkari serta berita- Nya kita abaikan. Aduhai, apakah kita merasa mampu membahayakan Allah yang menguasai jagat raya dengan kedurhakaan kita kepada-Nya? Demi Allah, hal itu tidaklah bisa membahayakan- Nya! Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (QS Al-Dzâriyât [51]: 56).
Banyak orang mengira bahwa dengan maksiat mereka akan meraih bahagia. Padahal, sebaliknya, kebahagiaan sejati tak pernah bisa diraih dengan kedurhakaan kepada- Nya. Seorang profesor yang mulia, Syaikh Abdurrazzaq ibn Abdul Muhsin Al-Abbad, beberapa waktu lalu dalam ceramahnya di Masjid Istiqlal Jakarta menyampaikan nasihat yang sangat indah untuk kaum Muslim di Indonesia, “Kebahagiaan itu ada di tangan Allah dan ia tak akan diraih, kecuali dengan taat kepada Allah.” Sebuah kalimat yang ringkas, tetapi sarat akan makna. Semoga Allah membalasnya dengan sebaik-baik balasan atas nasihat dan arahannya untuk kita.
Demikianlah kenyataannya. Tak ada setetes pun kebahagiaan yang hakiki yang akan diperoleh seorang hamba yang lemah dan penuh kekurangan, kecuali dengan tunduk dan taat kepada Rabb yang menciptakannya. Oleh sebab itu, Allah mengingatkan segenap insan di alam dunia ini bahwa keberuntungan dan kebahagiaan hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar taat dan mengabdi kepada-Nya.