Hanya karena Aku Wanita: Tak Berhakkah Aku Punya Cita-Cita?

lina sellin
Chapter #4

#4 Pelukan Ajaib

Hari ke-10 di Penampungan

Aku terkesiap saat mendapati azan Subuh sedang berkumandang. Takut kalau saja aku terlewat jadwal pemberangkatan ke Bandara Soeta, yang akan menerbangkanku ke tempat tujuan: Arab Saudi.

Usai salat Subuh, segera saja kuboyong tasku menuju tempat parkir yang berada persis di depan gedung PT Antasena, tempat di mana selama ini aku ditampung sebagai calon Pembantu Rumah Tangga. Ada sekitar dua ratus orang yang sedang menunggu panggilan calon majikan, termasuk aku. Biasanya, di tempat itu kami akan menghabiskan waktu selama dua minggu sampai tiga bulan untuk mengikuti serangkaian pelatihan. Dari mulai berlatih bahasa tujuan di mana kita bekerja seperti bahasa Arab untuk tujuan kerja di kawasan Timur Tengah, bahasa Korea, Jepang, dan sebagainya, juga kami diajari cara memasak, menggendong bayi, mengurus lansia, sampai belajar mencuci WC.

Beruntung kali itu aku hanya butuh waktu selama sepuluh hari untuk mengikuti serangkaian pelatihan, dikarenakan permintaan pembantu sedang tinggi. Alhasil, aku yang masih bocah piyik pun ikut diberangkatkan saat itu juga.

Brum ... brum ... brum. Suara mobil tua kudengar begitu aku sampai di parkiran. Kulihat puluhan bus berwarna oranye bertuliskan Metromini berjejer rapi. Ratusan orang berhamburan hilir mudik keluar masuk mobil sambil membawa tentengan tas besar. Kuduga mereka sama sepertiku, calon pembantu sekaligus pihak keluarga yang akan mengantarnya sampai pintu gerbang PT.

Aku pun berjalan perlahan mencari bus yang akan mengantarkanku. Kulihat kertas kecil berwarna kuning bertuliskan 34 yang semalam kuterima dari Bu Rima, salah satu pengasuh kami selama di PT.

Kuseret kakiku dengan lunglai mencari bus bertuliskan angka itu, dan beruntung, tak butuh waktu lama, bus itu tepat ada di hadapan mataku. Aku pun menyodorkan kertas kuning itu ke kenek bus yang berdiri mematung di depan pintu, lalu ia mengarahkan tangannya ke kursi kosong yang berada persis di belakang sang sopir, sebuah isyarat untukku segera duduk.

Lihat selengkapnya