Hari ke-1 di Penampungan
Semalaman naik bus reyot dan berknalpot bising rasanya jauh dari kata nyaman. Terlebih ditambah insiden dengan Si Gila itu. Maka, saat aku sudah sampai di kamar Kenanga, keinginan terbesarku hanya satu: rebahan. Istirahat. Namun, betapa terkejutnya aku saat mendapati kamar itu penuh sesak perempuan. Kamar yang berukuran 7 x 4 meter itu terisi ratusan orang. Sebagian mereka sedang duduk di atas ranjang yang bertingkat sembari ngobrol dan tertawa cekikikan, dan sebagian lagi lesehan di bawahnya sambil melakukan berbagai kegiatan, seperti mencari kutu atau uban, ngerumpi, makan, ngerujak, dan ada juga yang sedang mengisi waktu dengan salat dan mengaji.
“Bu Sri Rahayu dan Bu Kokom, ini kamar kalian. Silakan cari tempat sendiri maunya di sebelah mana, bebas. Cari aja yang kosong,” terang Bu Riri sambil menunjuk ke arah kerumunan orang yang tengah asyik ngobrol itu saat kami sudah ada di depan pintu kamar Kenanga.
“Saya permisi dulu. Nanti jam sepuluh ada pelatihan ngurus bayi. Kalian ikut, yo,” lanjut Bu Riri, lalu meninggalkan aku dan Kokom.
Kulihat orang-orang di ruangan itu tampak tak peduli. Mereka hanya melihatku sekilas lalu kembali pada aktivitasnya. Aku pun berjalan pelan, tengok kanan-kiri untuk mencari tempat yang kosong dan bisa kugunakan untuk istirahat, sementara Kokom ikut membuntut. Kususuri semua sudut, dan aha! Ketemu! Sebuah tempat di pojok kanan tersedia ruangan kosong, tanpa ranjang dan tanpa alas apa pun. Tak apalah, pikirku.