Hari ke-9 di Penampungan
Sejak mendapati fakta bahwa umur Kokom baru empat belas tahun, aku makin merasa bersalah karena sempat membentaknya. Kukira usianya tidak jauh berbeda dari usiaku. Atau bahkan lebih tua dariku. Tapi memang, hati nuraniku sempat meragukan pendapatku ini, karena rasa-rasanya sikapnya masih seperti bocah lulus sekolah dasar. Dan benar, kemarin aku menemukan jawaban atas kepingan puzzle yang selama ini kucari.
Lantas, mengapa Kokom mau ke Arab di usia yang masih sangat belia? Semalaman aku tak bisa tidur memikirkan fakta ini. Apa yang membuatnya harus meninggalkan neneknya, lalu pergi ke Arab? Logika mana yang bisa menjawab bahwa dengan ia pergi menjadi pembantu ke Arab juga bisa mengantarkannya untuk bertemu dengan lantaran orangtuanya yang juga kerja di Arab? Bukannya Arab Saudi itu luas? Sangat luas. Lalu, bagaimana dia bisa menemukan orangtuanya. Ini sama seperti kita mencari jarum di tengah tumpukan jerami. Atau, sama seperti mencari sebuah kunci sebuah rumah, yang kunci itu sudah dibuang ke lautan. Sampai mati pun sulit untuk ketemu. Meski memang, bisa jadi 0,00001 persen harapan itu tetap ada. Tapi nyaris mustahil.
Lantas, apa? Apa? Aku terus menerawang.