Hanya karena Aku Wanita: Tak Berhakkah Aku Punya Cita-Cita?

lina sellin
Chapter #28

#28 Sekilas Senyum Pembawa Petaka

Di kampungku, melempar senyum antar-orang yang dikenal itu biasa. Antara aku dan Pak Rido, tetangga sebelah kanan rumahku. Juga antara aku dan Bu Ayumi, tetangga kiriku. Laki dan perempuan, menyapa dengan senyum itu biasa, asal saling kenal. Tapi di Arab, senyum bisa berakibat petaka.

Contohnya, saat aku menyapa sesama pembantu sebelah rumah majikan dengan senyum saat kami tak sengaja bertemu muka di depan rumah saat membuang sampah, dan itu terlihat majikan laki-laki, maka seketika itu pula aku dilarang membuang sampah. Dan tugas itu diserahkan sepenuhnya pada Bu Fatmah. Kata Bu Fatmah, obrolan seringan apa pun atau senyum kepada orang di luar rumah majikan akan dicurigai macam-macam. Maka, kata Bu Fatmah, sebaiknya jangan senyum atau berbicara pada siapa pun orang di luar rumah majikan.

Sayangnya, nasihat Bu Fatmah itu tidak begitu kupedulikan sampai hari itu tiba. Hari di mana seringai senyum dan obrolan pendek menjadi sebuah petaka bagiku. Ini terjadi saat suatu ketika majikan laki-laki mengetuk pintu rumah, dan karena Bu Fatmah sedang sibuk memasak di dapur, maka akulah yang membuka pintu itu. Majikan laki-laki menyapaku dengan senyuman, dan berkata, “Hala ya Roy, kayfal hal?” Halo, Roy. Apa kabar?

Sapaan itu bukanlah hal yang aneh. Sebab hampir setiap hari, tepatnya setiap majikan bangun tidur atau baru bertemu dengan Bu Fatmah atau aku, majikan laki-laki selalu menyapa kami lalu menanyakan kabar. Dan bagiku, menurutku, ini hal yang lumrah. Hal biasa. Tak perlu diributkan atau bahkan dicurigai macam-macam. Tapi, hal ini tidak menjadi wajar dan biasa bagi majikan perempuanku yang kadung terbakar api cemburu.

Saat majikan laki-laki menanyakan kabarku, dan kujawab, “alhamdulillah ala kulli hal,” Alhamdulillah atas segala hal, majikan perempuan ternyata sedang berada di ruang keluarga yang terletak persis di depan pintu masuk rumah. Jarak antara pintu masuk dan ruang keluarga itu hanya beberapa langkah kaki. Maka, tak heran, saat aku menjawab sapaan majikan laki-laki itu, majikan perempuan mendengarnya, dan itu jadi masalah berarti baginya.

“Ta'al ya Roy,” Ke sini, Roy, perintah majikan perempuan saat mendapati majikan laki-laki sudah jauh memunggunginya dan pergi menuju kamarnya di Lantai 2.

Lihat selengkapnya