35
Mengapa Mereka Berubah?
Saat tengah menyetrika gunungan baju, tiba-tiba sesosok pria kudapati berdiri persis di tengah-tengah pintu kamarku di Lantai 3. Aku tak menduga sama sekali kalau sosok berpakaian thob putih itu adalah majikan laki-laki. Karena memang tak ada suara yang kudengar saat itu selain suara batinku yang meledak-ledak bak bom yang siap meluluhlantakkan Nagasaki dan Heroshima.
“Roy, aasif,” Roy, maafkan aku, suara majikan bergetar.
Brukbrukbruk. Suara anak-anak terdengar berebut menaiki tangga, lalu sedetik kemudian ikut berdiri di samping majikan laki-lakiku.
“Inzil,” Turun, perintah majikan kepada anak-anaknya.
Tapi, anak-anak masih cengengesan, saling mendorong di antara mereka. “Inzil!” Turun! Teriak majikan kepada anak-anak itu dengan wajah memerah.
Mendengar suara ayahnya meninggi, mereka pun segera berlarian berebut turun.
Aku hanya melihatnya sekilas, lalu kembali mengambil kaus pendek bergambar harimau kesukaan Muad dan menyetrikanya.