44
Betapa Malangnya Nasib Buku
Ini adalah hari ketiga aku berada di rumah. Di kampungku, tak ada aktivitas apa pun, kecuali tidur, rebahan, dan tidur lagi. Membosankan juga, pikirku. Maka, setelah dapat izin dari Bapak, aku segera menuju terminal yang letaknya sekitar 2,5 kilometer dari rumahku. Tujuanku kali ini adalah perpustakaan di pusat Kota Cirebon. Satu-satunya perpustakaan terdekat yang bisa diakses paling mudah dari kampungku.
Kususuri jalanan dengan menaiki becak, yang kubayar sepuluh ribu rupiah. Ini jauh lebih mahal dibanding tiga tahun lalu saat pertama kali hendak mondok, yang hanya berbayar tiga ribu rupiah. Lalu, dilanjut menaiki mobil umum jurusan Cirebon kota. Satu-satunya kendaraan andalan bagi warga kampungku saat hendak bepergian ke mana pun.