Sial! Belum meninggal juga? Bodoh sekali.
Aku bangkit dari posisi tidurku yang aneh di sofa. Aku kembali tidur tidak direncanakan. Leherku sakit, dan pinggangku nyeri.
He wanita bodoh, segera cari cara bunuh diri yang tepat. Lebih cepat mati lebih baik.
Tapi apa yang dia bayangkan tentang bagamana aku tertawa, itu memang tepat. Aku tertawa terbahak-bahak sekarang. Itu memang cara bunuh diri yang bodoh.
Betapa lugunya dia. Tapi apakah memang benar, ada orang yang berbuat demikian? Menahkan air pada cairan pembersih untuk berhemat? Aku baru tahu kalau mereka cukup kreatif, tapi terus terang cukup...bagaimana agar aku terdengar lebih sopan? Emm....mungkin bisa kukatakan cukup agak ngawur sedikit?
Ah, mereka memang tidak pernah belajar bagaimana cara zat aktif suatu cairan pembersih kan. Menambahkan air hanya akan mengurangi fungsi zat aktif. Bisa jadi malah menambahkan kontaminan. Dalam hal ini pembersih tidak dapat lagi membunuh kuman, tapi malah menambahkan kotoran. Karena fungsi zat aktif berkurang jadi tidak mempan untuk membunuh. Termasuk membunuh manusia.
Wanita itu ceroboh, tapi sekali lagi, mungkin itu memnag pertolongan Tuhan. Ah, senangnya mengatakan seperti itu. Mempunyai pikiran yang sederhana, dan tiba-tiba ada pertolongan datang.
Kau memang beruntung, Ollie. Apa yang orang-orang katakan padamu itu benar.
Baiklah, baiklah. Kalau kau tetap mau hidup, akan kutunjukkan bagaimana kau menjalani hidupku. Terus terang aku cukup penasaran bagaimana kau yang penakut itu menjadi seroang relawan yang berani.
Aku terbahak lagi.
Aku seperti orang gila tertawa sendiri di rumah. Hoy Ollie, kau adalah orang yang tak pernah kusangka akan membuatku tertawa.
Hanya saja, ketika aku ingat bagaimana perasaan putus asa itu, moodku menjadi labil kembali. Ingat bagaimana orang-orang bergelimpangan di rumah sakit. Orang-orang yang tidak pernah hadir di ruang diskusi elit perubahan negeri. Mereka yang hanya tahu harga barang sehari-hari sangat mencekik.
Ah, mengapa aku bisa sepuitis ini? Kapan sih, aku pernah mau tahu tentang mereka?
Masalahku di sini sudah cukup rumit. Pemerintahlah yang bertanggung jawab kepada mereka. Biarlah aku yang bertanggungjawab terhadap ratusan ribu karyawanku. ya, bisa dibilang aku sudah meringankan pemerintah, bukan?
Sudahlah. Berhenti memikirkannya. Ranji menghampiriku dengan senyuman manisnya. Untung di perusahaanku tidak ada yang berperawakan para preman yang menganiaya Ollie. Kalau ada, sudah pasti aku akan terpengaruh.
"Anda terlihat lebih baik daripada kemarin, Pak,"sapanya.
Tentu saja, batinku. Kemarin aku baru saja kembali dari kematian. Malam tadi, meskipun mengerikan, tapi perasaan Ollie terbilang lumayan. Ia dapat mengendalikan emosi meskipun divonis kanker karena memiliki harapan baru.
Itu dia! kalau memang mimpi ini belum dapat dipisahkan, maka dia bisa membuat Ollie lebih baik.
"Ada perkembangan tentang penyelidikan relawan itu?" tanyaku pada Ranji. "Jangan sampaikan apa yang ada di internet. Aku sudah membacanya," tambahku.
"Dia benar-benar tidak mempunyai anak, Pak. Dia masih single waktu meninggal. Apa yang dikatakan media itu memang benar."
"Tapi dalam mimpiku dia mempunyai seorang anak. Atau dia merahasiakannya?"
"Tidak pak, setahun ke belakang dari peristiwa itu, dia tidak hamil. Beberapa orang yang ada di sebuah yayasan kemanusiaan memastikan hal itu. "
Mengapa aku kembali ke titik nol? Kukira ada titik sambung antara Ollie dan relawan itu.
"Atau mungkin...anda salah ingat. Ya, kita tahu kalau mimpi itu tidak sejelas kenyataan."
Aku tahu sudah sejak awal Ratno menganggapku gila. Tapi sepertinya dia sudah hapal bagaimana eksentriknya diriku. ia menjalankan perintahku tanpa banyak tanya.
"Apakah anda mengingat wajah perempuan di mimpi itu?"
Kupikir-pikir, aku memang beum pernah melihatnya secara jelas. Perasaan wanita itu sangat kacau. Ia hampir tak pernah memperhatikan apapun di luar dirinya. Ia tidak berdandan. Tidak pernah berkaca. Tidak pernah meyisir rambut. Dan toilet mereka tidak mempunyai kaca.
Dalam mimpi, aku bukannya bertukar jiwa sehingga bisa mengendalikan tubuhnya. Tidak. Aku seperti menyatu bersamanya. Aku tidak bisa megendalikan tubuhnya. Seperti sekarang dia berada di tubuhku, merasakan apa yang kurasakan. Bertindak sesuai apa yang kuinginkan. Sekarang dia adalah aku. dan Ketika aku tidur, aku adalah dia. Jadi, apapun yang ada dalam perasaannya, aku juga merasakannya.
Sebagian yang dia alami aku ingat, tapi tidak begitu jelas. Seperti menjalani masa lalu di dalam mimpi.
Tapi kalau bukan dia siapa lagi? Aku jelas-jelas masuk ke dalam mimpi pahlawan kemanusiaan bernama Ollie. Apakah semua itu hanya benar-benar mimpi?
"Aku tidak begitu jelas dengan wajahnya. Tapi jelas yang di museum mimpi itu, mereka menyebutkan nama Ollie."
"Tapi museum mimpi itu, bahkan tidak ditemukan, Pak. Saya memberanikan diri setelah sekian hari ikut gila, Pak. Apa tidak sebaiknya segera ke psikiater?"
Aku meliriknya tajam.
"Jika aku menganggapnya perlu, aku sudah ke sana tanpa kau suruh."
Ranjo terdiam. Lalu menyodorkan ipadnya.
"Saya tidak tahu ini membantu atau tidak. Mereka menemukan foto korban yang dibunuh."
Tampaklah foto wajah seorang gadis dengan wajah penuh lebam. Dari fotonya, kulitnya tampak bersih, mirip dengan etnis Tionghoa.
"Dia Tionghoa?"