Hanya Mimpi

Binti Uti
Chapter #13

Bab 13

Tidak mati?

Aku menegakkan tubuh. Gadis itu tidak mati tanggal 18 Mei 1998. Ollie berhasil mencegahnya. Apa itu artinya aku bisa mengubah masa lalu?

Wow!

Aku merasa hebat kali ini. Seperti berada dalam semua film fiksi ilmiah yang keren. tumben sekali wanita itu mampu berpikir agak jernih. 

Demi memastikannya, aku mengambil smartphone lalu mencari narasi tentang Ollie. Beberapa saat kemudian, aku tak mengerti. Narasi Ollie tetap sama. Dia terpacu untuk menjadi relawan kemanusiaan karena kematian salah seorang korban yang berada di rumah sakit bersamanya. 

Itu berarti sejarah tidak berubah. Lalu aku telurusi semua laman yang telah aku baca. Tak ada yang berubah sama sekali. Ada apa ini?

Jelas-jelas gadis itu tidak meninggal. 

Lagi-lagi aku mempertanyakan kebenaran mimpiku. Apakah yang kulami saat tidur adalah benar-benar mimpi ataukah kenyataan? 

Jika menuruti konsep di museum mimpi maka jelas yang kualami adalah kejadian yang betul-betul terjadi di masa lalu. Tapi bukan berarti aku bisa berkomunikasi dengan si empu mimpi. Aku hanya akan menjadi penonton sekaligus pelaku pasif di film kehidupannya. 

Tapi yang kualami berbeda. Kami saling mempengaruhi. Film kehidupannya bukan benda mati, tapi sebuah dunia lain yang masih berlangsung. 

Apa yang sebenarnya terjadi? 

Karena hendak memastikannya lagi, aku menelepon Ratno .

"Ratno, cari lagi informasi tentang korban yang dibunuh itu ya."

Diam di sana beberapa saat. Aku perkirakan dia baru saja bangun tidur. 

"Apa ada yang kurang, Pak?'

"Ada yang harus kupastikan lagi."

Diam beberapa saat lagi.

Aku dengar ada suara pelan dari seorang perempuan yang mungkin tidur di sampingnya. Suaranya terdengar seperti orang melindur.

"Dari bosmu lagi? Ya ampun. Dia itu udah gila. Pindah kerja aja."

Sepertinya ada lanjutannya, tapi kudengar Ratno bangkit dan menjauh. 

"Istrimu atau bukan?" tanyaku.

Aku tahu pertanyaan ini membuat matanya membuka seratus persen. Setelah mendengar cerocos permohonan maafnya yang terdengar panik, aku memberinya tenggat waktu. 

"Siang ini. Kalu perlu bayar lebih untuk detektif itu."

"Baik, Pak."

Baru aku akan menutup panggilan, Ratno menahanku. 

"Pak, berita ini bisa saya sampaikan saat jam kantor, tapi sepertinya lebih cepat syaa sampakan lebih baik."

"Ada apa?"

"Berita anda masih bertahan menjadi trending satu pak. Apalagi setelah live kemarin. Ada podcast yang hendak mengundang anda. Ini kesempatan bagus sekali untuk mendapatkan simpati masyarakat, Pak. Sehingga proyek kita tentu akan berjalan lancar."

Aku tak tahu harus berkata apa. AKu tidak mencalonkan diri untuk menjadi seorang anggota atau pemimpin apapun itu di pemerintahan. Aku hanya seseorang yang hendak berbisnis cari uang. Mencari perhatian konsumen tentu harus dilakukan agar produk laku, tapi mencari perhatian untuk mendapatkan persetujuan sebuah proyek? 

Masih mending kalau yang aku iklankan itu adalah kelebihan produkku. Tapi ini kehidupan pribadiku! Mengapa mereka suka sekali hal-hal seperti itu?

Jika kehidupan pribadiku luar biasa, rakyat akan mendukungku. Jika kehidupan pribadiku jelek mereka akan menjatuhkanku tanpa ampun. Mendukung siapa pun yang hendak menjatuhkanku juga? Termasuk para aktivis itu, lalu menyerahkan proyek kepada perusahaan yang tidak lebih baik daripada punyaku?

 Tanpa mereka tahu, bahwa apapun yang telah sampai kepada mereka telah dipoles sedemikian rupa. Bahkan gosip tetangga rumahmu tidak ada yang tahu pasti kebenarannya. 

"Bagaimana, Pak? Kalau anda setuju, podcast dijadwalkan malam ini. Mumpung berita masih hangat."

"Apa yang harus kukatakan di podcast itu? Aku bermimpi menjadi seorang relawan tahun 1998 dan menjadi gila, hingga selingkuhanmu meminta pindah kerja?"

Lihat selengkapnya