Pov Haidar
"Ah. Sialan itu si amel, kirain saya suka apa sama dia sudah miskin gak berpendindikan juga sok jual mahal lagi." Gerutuku kesal karna di permalukan sama dia sama tetangga kosnya. Untung ada melisa yang slalu membuatku puas, sudah cantik bohai jago juga dalam urusan ranjang.
Tapi saya tidak ada niat untuk menikahinya hanya untuk melampiaskan nafsuku saja. Masih banyak wanita yang lebih cantik dan menggoda. Saya duduk di tepi ranjang menunggu gadis ku yang lagi mandi katanya kami mau jalan jalan.
"Hai sayang. Kok masih cemberut saja." Godanya sambil mengerlingkan matanya. Saya hanya tersenyum penuh arti. Kalau di kota ini semua laki laki bisa memiliki wajah tampan dan bakat menggombal saja sudah dapat gratisan.
Saya keluar kamar sambil tanganku menggandeng melisa. Hari ini kedatangan mamiku tapi saya malas ketemu saya limpahkan semua ke Amel. Amel gadis polos kalau di hina palingan juga menangis tapi dari tatapan matanya dia sangat mencintaiku.
"Haidar." Amel saat ini berada tepat di depanku sambil matanya menatapku intens. Saya pasang badan untuk melindungi melisa jangan sampai di terjang olehnya.
"Kamu ngapain di sini. Kami mau pergi ke mall." Jawabku sedikit ketus.
Dia hanya tersenyum mengejek kearahku dengan tatapan meremehkan sementara tetangga kos pada keluar semua.
"Saya mau kamu jujur sama mami kenapa saya yang jadi kambing hitam kalian. Seola ola saya yang morotin kamu dan nyatanya kamu yang sering minta uangku dan satu lagi sekarang kamu lagi banyak uang silakan kembalikan uangku yang satu juta." Dadanya kembang kempis yang menandakan dia lagi marah.
"Dan satu lagi kalau masih di biayain orang tua itu jangan sok mau nafkahin anak orang."
Serrr
Kata katanya barusan mampu merobek jantungku. Dia berhasil membuatku malu di depan semua orang. Berhasil melempar kotoran di wajahku. Saya tarik tangannya menjauh dari sana.
"Lepas kak!" Teriak amel sambil menghentakan tangannya akhirnya terlepas dari genggamanku.
"Ingat yah jangan berani berbuat kasar sama aku kalau tidak mau orang tuamu tau kelakuan bejatmu." Ancamnya yang membuatku terkejut stengah mati. Kenapa saya melupakan rahasia terbesarku bisa bisanya dia memegang kartuku.
Dia berlalu pergi ke kamarnya meninggalkan saya lagi mematung di tempat.