Michel
Sore hari dan saya sedang sibuk. Klien yang meetingnya saya batalkan tadi siang tidak terima dan melaporkan tindakan saya tersebut ke pimpinan perusahaan. Mana saya peduli? Pemimpin perusahaannya kan saya!
Ada pengganggu yang datang. Siapa pun tolong enyahkan anak ini dari dunia!
“Ngapain lo?!”
“Ehe, nggak mau ngapa-ngapain tuh.” Gerak-gerik Caca memang mengundang kecurigaan. Datang diam-diam, berjingkat pula. “Ngapain sih mandangin handphone sampe serius gitu?” tanyanya.
“MICHEEELL!!”
Tidak saya acuhkan dan tentunya dia akan mengulang teriakannya. “MICHEL RENANDRA JAYADRATAAAA!!” Dia berteriak tepat di lubang telinga saya.
Oke, saya tidak tahu kalau ternyata seorang Aurellya Cassandra Jayadrata semenyebalkan ini. Saya langsung melotot kearahnya dan berkata dengan emosi, “In the forest there are still many places for species like you. Please go and let me calm down!” terserah dia mau mengatai saya gorilla –saya pernah baca buku hariannya dan tertulis nama saya dengan tulisan gorilla didalam tanda kurung.
Do you have a handsome-looking gorilla?
Tapi kemudian kekesalan saya langsung hilang.
“Assalamu’alaikum…”
Saya hafal betul suara ini. Maka saya langsung bangkit dan menyambut kedatangannya. Bahkan lupa kalau penampilan saya agak berantakan.
Caca masih mengikuti saya dibelakang. Sampai kapan anak ini berhenti berperilaku annoying?
“Halo Cacaaa…” sementara menurut Sienna, akan menyenangkan kalau dia memiliki adik seperti Caca.
Tidak heran lagi dengan kedatangan Sienna di sore hari seperti ini. Sebenarnya hampir setiap sore jika ada waktu luang dia mengunjungi keluarga kami, kadang ikut makan malam di rumah atau hanya sekadar mampir untuk mengobrol bersama saya, Mami, serta Papi. –oh ya, Caca juga.
“Ya ampun Siennaaa udah lama tante nggak ketemu kamu!” Mami yang sedang memasak untuk makan malam berlari ke ruang depan hanya untuk menyambut Sienna. “Eh… Tante. Iya nih, padahal aku sering main kesini, tapi Tante belum balik dari kantor.” Balas Sienna sambil memeluk Mami hangat.
Kemudian melihat Papi yang menghampiri Sienna, dia langsung menyalami tangan Papi. “Gimana Om, kabarnya? Kemaren Sienna kesini nggak bisa ketemu Om, katanya Om sakit.”
“Haha, Cuma pusing biasa kok. Gara-gara kehujanan habis beli cilok di depan kompleks.” Iya, Papi sangat suka makan cilok. Setiap sore kalau ada penjual cilok yang lewat, pasti Papi akan beli. Tidak hanya satu porsi, terkadang bisa beli dua sampai tiga porsi.
“Beli cilok kok sampe depan kompleks? Nggak ada yang lewat di sekitar sini, Om?”
“Biasanya ada yang lewat kalo sore-sore, tapi kemaren lagi libur orangnya, kan hari Jum’at. Ayo, masuk-masuk ngobrolnya di dalem aja.”
Mami jalan berdampingan dengan Sienna dan sesekali mereka mengobrol. “Gimana kerjaan kamu Sienna? Lancar? Kayaknya akhir-akhir ini bisnis online banyak peminatnya, ya. Pasti butik kamu rame.”