HAPPY : Hari ini, esok atau nanti.

Yohanna Claude
Chapter #11

LU'MIERE

Di toko kue Lu’miere. Aku memesan banyak kue. "Wah.." Mataku berkunang – kunang melihat lezatnya kue – kue ini. “Um... enak. Kamu mau Leo?" Aku ingin menyuapinya, tetapi dia menolak. "Ini enak loh."

Dia hanya diam dengan wajah datarnya itu.

"Habisnya kamu gak pesan apa apa sih. Padahal ini kue enak banget tau. Aku sering ke tempat ini sama mami. Sayang kalau kamu kesini cuma memperhatikan aku makan doang." Sesuatu kepedean memang. Tapi yasudahlah jika dia tidak mau. "Eh Leo coba kamu lihat pasangan di sana." Aku mengarahkannya ke pasangan kekasih yang sedang saling suap – suapan yang jaraknya tidak jauh dari kami. Leo pun menoleh.

"Romantiskan.."

"–_– Gue kira apaan."

“Haha kamu tau.. Aku pernah di posisi kaya mereka loh. Tapi tidak lama pacaran, aku putus ... Mau tau kenapa aku putus?"

“Karena lu berisikk.” Leo langsung menyimpulkan begitu saja.

Aku menatapnya sinis. “Aiss.. Jahat. Bukan lah.. Ada dua alasan. Pertama, aku tidak mau cowok aku tau tentang kondisiku. Kedua, mungkin ini terdengar konyol. Sebenarnya aku pacaran, cuma ingin tau, gimana rasanya pacaran dan disayang sama pasangan, ternyata menyenangkan ya. Tapi, di saat aku lagi sayang – sayangnya, yah dia flashback sama mantannya. Apa boleh buat. Mungkin bukan jodoh.” Aku terkekeh. “Aneh ya.” Sembari bercerita, sembari aku mencicipi kue. “Oh ya, dulu aku juga pernah berpikir– apa yah yang bisa aku lakukan di dunia ini sebelum aku mati. Sampai – sampai aku pernah menulis diary, membuat permohonan, merenung dan macam – macam. Tapi, setelah aku pikir – pikir juga, semuanya itu terlalu berlebihan, artinya ramalan yang aku buat meyakinkan kalau aku memang akan mati. Itu tidak benar. Aku tau, ada waktunya manusia akan mati. Tapi, karena penyakit ini, pemikiran ku jadi pendek."

Hening.

"Loh, hahaha kenapa jadi curhat gini. Pokoknya kita jalani hidup kita seperti orang – orang normal oke.”

Setelah aku mengatakan demikian, Leo membuang muka, dia tampak merenung.

“Leo..” Leo mendongak. “Semangat!” Dengan berlalunya hari, aku semakin dekat dengannya. Aku berharap kita bisa seperti ini selamanya. Bisa mengenal lebih dekat seperti kita kecil dulu.

Terlihat jelas Leo tersenyum kecil.

"Leo?"

"..."

"Aaaa..." Aku menyuapinya lagi dan memintanya untuk membuka mulut. Tidak hanya tersenyum, Leo juga enggan membuka mulut.

"..."

"Aaaa..."

"..."

"Aaaa..."

“Happy?” Tiba – tiba suara Indy memanggil. Kebetulan yang tidak sengaja. Ada Indy di toko kue Lu’miere bersama teman – temannya yang sedang membayar.

Dengan cepat aku bersikap normal. “Eh.. ada Indy di sini.”

"Jangan menggoda gue dengan senyuman lu itu." Cetusnya. "Happyyy! Sudah berapa kali gue bilang. Gue tidak suka lu dekat dengan orang seperti dia.” Indy menunjuk Leo. Suaranya yang keras menarik perhatian orang – orang.

“Ya.” Aku mengangguk. “Tapi aku juga pernah bilang kan. Kita semua adalah teman. Aku, kamu dan Leo, kita sekelas. Jadi aku sama Leo hanya berteman. Haaa, jangan – jangan Indy cemburu ya...?”

Pipi Indy secepat itu memerah.

“Indy...” Panggil salah satu temannya setelah mereka selesai membayar.

Sebenarnya masih banyak yang mau Indy katakan. Sementara, Indy menahan emosinya. “Bodo amat!” Lalu pergi dengan kekesalan.

“Bye...” Setelah batang hidung mereka tidak kelihatan lagi. Aku langsung panik. “Gawat. Di mana tadi mereka duduk? Apa mereka mendengar percakapan kita? Ah... Aku tidak tau kalau ada mereka di sini. Mudah – mudahan tidak dengar ya.”

--ooo--

Semenjak dari hari pertama aku masuk sekolah sampai sekarang, aku suka menyilang tanggal di kalender. Sebutannya menandai, hanya saja tidak berani menyebutnya arti menandai tanggal ini. Anggap saja menghitung hari. Sampai, ada saatnya selesai.

Setelah menyilang tanggal hari ini. Aku selalu berdoa berdiri di hadapan kalender. Meminta permohonan yang permintaanku selalu sama. Selesai berdoa. Aku kembali ke tempat tidur. Tidak lupa mematikan lampu.

--ooo--

Day-9

Pagi ini, kelas rame sekali. Berkumpul di meja Indy menonton vidio klip k-pop di laptopnya.

“Pagi semua!” Tidak ada satu pun dari mereka membalas sapaku. Mungkin terlalu asik dengan tontonannya. Setidaknya satu atau dua dari mereka mendengar.

Tidak lama jelang aku masuk. Geng Bayu datang sehabis dari kantin. “Pagi Happy.” Sapa Bayu dan kami melakukan tos tangan. “Tumben baru datang?”

Lihat selengkapnya