Mengetahui kondisi Leo bukan masalah ringan, pihak sekolah memanggil ambulans untuk membawanya ke rumah sakit.
Happy hanya bisa mengantarnya sampai ke gerbang sekolah, wajah cemas dan khawatir tergambar di wajahnya. Setelah kritikan – kritikan itu, tidak ada teman – temannya peduli dengan apa yang terjadi pada Leo. Mereka memilih istirahat daripada mengkhawatirkan seorang teman yang sedang sekarat.
Setelah ambulans berangkat. Pak Horis menenangkan Happy dan mengajaknya masuk. Sebelum masuk ke pelajaran kedua dan ketiga, wajib mengganti baju olahraga, agar tidak mengganggu penciuman di kelas nanti saat belajar.
Semua teman perempuannya berada di dalam kelas menggunakan kelas sebagai ruang pengganti baju, dan ketika Happy masuk dengan kepala menunduk memikirkan segala tentang Leo, kelas seketika menjadi hening saat membicarakan Leo.
"Wuahhh di lapangan tadi panas bangettt..!" Ucap salah satu temannya sengaja menyinggung Happy. "Sebenarnya gue gak mau baper ya pas di lapangan tadi. Gak peduli juga guenya, tapi entah kenapa hati gue panas bangeettt. Eh AC kelas mati ya? Panas nih."
Sepolos – polosnya Happy, tapi dia bukan orang bodoh yang berpura – pura tidak paham situasi hal seperti ini. Lirikan mata mereka menunjukkan kalau mereka marah.
"A— be-begini semuanya, aku tau kalian pasti marah pas di lapangan tadi."
"Ehm.. yaialah!" Balas Tasya.
"Ma-mak-maksud aku. Soal ucapan Leo tentang menjelekkan kalian tadi, aku percaya, kalian pasti mengerti, kalau dia itu cuma bercanda ... cuma main – main. Ya kan?"
"Hahaha buat apa juga marah." Balas Molita dan menggelengkan kepala sembari membenahi seragam. "Kocak! Mau bercanda ataupun serius, ini menyangkut perasaan."
Happy terdiam, mulutnya bingung untuk membalas.
"Kalau penyebab kemarahan mereka bukan masalah Leo, tapi kenapa mereka terus melirik ku seperti itu?"
Happy beralih pada Indy. "Indy?" Kelihatannya dia berpihak pada mereka.
"Indy."
Sebelum Happy masuk kelas. Indy berencana menanyakan sesuatu kepada Happy dan itu akan mewakili rasa penasaran teman – temanya. Namun, saat Molita mengingatkannya. Dia malah berubah pikiran. Berhubung Happy adalah teman baiknya.
"Gue aja kalau gitu ... Oke begini Happy, sekarang kita saling terbuka aja ya, sebenarnya buat apa juga kita ngurusin .. yahhh walaupun berbeda pandangan, bagaimanapun kita kenal Leo, kita semua temannya. Jadi, kita perlu tau sesuatu yang terjadi pada dia. Jujur, kita ini selalu bertanya – tanya apa hubungan lo dengan Leo, masa Indy yang sudah kenal lo lama dari SMP gak tau soal ini, Bayu juga, kasihan banget gak sih... ternyata keren juga yah lo..."
"Cukup Molita."
Molita pun berhenti bicara. Dalam posisi ini, Happy terpojok dan harus membuat keputusan yang bijak. Membocorkan atau menceritakan yang sebenarnya.
"Aku, belum bisa sekarang menceritakan pada kalian."
Tok tok tok.
"Lagi ganti baju!" Ucap cewek yang menjaga pintu, supaya cowok – cowok tidak asal sembronong masuk ke kelas di saat para cewek sedang ganti baju.
"Oh lagi ganti baju.." Rio menyampaikan hal itu kembali kepada teman – temannya. Semua sudah berkumpul di luar kelas setelah mengganti pakaian.
Sangking serius menghakimi Happy, Molihat sampai lupa ganti baju, hanya dirinya dan Indy yang belum ganti baju. "Udah biarin mereka masuk."
Cowok – cowok pun diperizinkan masuk.
Ketika Bayu masuk. Bayu heran melihat Happy berdiri di depan kelas dengan tampang sedih dan ketakutan, seperti sedang diomelin. Bahkan pakaiannya belum diganti.
"Jadi, lo pacaran sama Leo?" Lagi – lagi Molita terus menyerang Happy, membuat seisi kelas serempak menoleh padanya. "Ngomong aja kali, gak usah malu kalau pacaran, kita juga gak mengekang lu kok pacaran model kaya Leo itu."
"Mol, udah mol, jangan terus menghakimi dia.." Bagaimanapun Indy masih ada rasa kasihan dengan Happy.
"Indyyy..."
"Enggak kok teman – teman enggak, aku enggak pacaran sama dia, suer. Kalian jangan terus menghakimi aku seperti ini, aku jadi takut.. Yah? Aku belum siap.. dan pastinya kalian..."
Bayu mengerti apa yang terjadi di kelas ini. "Ada apa sih? Kenapa? Masalah Leo tadi? Kalau marah, sama dia aja, ngapain Happy kalian salahkan juga?!" Bayu membuat mereka jadi berpikir. "Aneh, kenapa kelas kita jadi berantakan gini? Gue tau rasa penasaran kalian, tapi gak gini caranya sih! Kalau aja masalah ini Bu Lina lihat, bakalan—"
"Ada apa di kelas ini?" Bayu sedari tadi tidak menyadari kalau Bu Lina, Pak Horis dan Bu Intan ada di belakangnya. Aura dinginnya langsung memencar seisi ruangan. Wajah tegasnya sangat menakutkan.
Semua mendiam.
"Dengar! Peringatan untuk kalian .. Tidak perlu diperpanjang, dibahas atau dijadikan gosip masalah yang terjadi pada Leo. Jangan masalah ini menjadi panjang dan menyebar kemana – mana. Ibu tidak mau sekolah kita terjadi kasus. Dia baik – baik saja, teman kalian baik – baik saja, mengerti?!"
"Mengerti bu.."
Bu Lina, Pak Horis dan Bu Intan keluar hanya menyampaikan pesan peringatan itu.
"Bu Intan!" Panggil Indy. Ada sesuatu yang ingin dia tanyakan sampai terburu – buru begitu, sambil membawa seragam gantinya. "Bu, ibu kan wali kelas kita dari kelas satu. Sebenarnya ibu sudah tau kan ada apa dengan Leo? Ada yang tidak beres?"
Bu Intan memegang kedua bahu Indy dan menjawab dengan senyum lembut. "Indy, ibu mengerti, kamu pasti mengewatirkan kondisi Leo, begitu juga dengan yang lain, itu karena, Leo adalah teman kalian. Ibu mengerti kalian masih syok kejadian tadi. Tapi, yang dikatakan Bu Lina itu benar, kalian harus percaya kalau Leo itu pasti baik – baik saja. Kita doakan yang terbaik buat dia ya, ya sudah, kamu ganti baju. Sebentar lagi mau ganti pelajaran." Barulah Bu Intan keluar dari kelas.
"Sudah gue duga, selama ini guru – guru menutupi hal ini dari kita."
"Tapi yang penting, sekarang sudah jelas." Ucap salah satu dari yang lain.
Happy berharap Indy tidak mengabaikan dirinya dan mengajaknya untuk ganti baju bersama. Nyatanya... "Ayo Mol kita ganti baju. Berdua ajah."
--ooo--
LEO's POV
Leo terbaring di ruang ICU dalam kondisi sangat menyedihkan, seluruh tubuhnya dipasang alat – alat medis. Ibunya hanya bisa melihat dari luar kaca sambil memeluk tas Leo dengan penuh tangisan.
--ooo--
Sepulang sekolah, Indy, Molita, Irma dan Tasya menunggu sopirnya masing – masing di lobi. Happy tidak ada bersama mereka. Semenjak persidangan itu, Happy masih dimusuhkan oleh mereka maupun dengan teman yang lain. Keluar kelas, Happy merasa tidak nyaman, selalu diperhatikan dengan tatapan sinis dan itu membuatnya takut.
Ketika mobil Happy lebih dulu tiba. Indy, Molita, Irma dan Tasya melihatnya terburu – buru masuk ke dalam mobil. Seperti ingin pergi ke suatu tempat. Tidak perlu heran, kalau tempat itu pastinya rumah sakit.
--ooo--
Matahari hampir terbenam. Leo telah sadar. Namun, kondisinya masih terlihat lemah. Jadi, ia tetap butuh istirahat. Setelah dokter memeriksa kondisinya. Dokter mengatakan sesuatu kepada Bu Lia, lalu berpamitan.
Tak lama kemudian, Happy dan Bu Indah datang mengunjungi Leo. Dengan kedatangan Happy, Leo langsung membuang muka dan berpura – pura tidur. Bu Lia berinisiatif mengajak Bu Indah keluar, agar keduanya bisa saling berbincang.
Pertama kali melihat Leo terbaring lemah, Happy turut memprihatinkan kondisinya. Kelihatan, masa hidupnya sudah tidak lama lagi.