Haram Jadah: Hari Pembalasan

Marion D'rossi
Chapter #19

Bagian 8 (1)

Mangsa segar bagi Nurdewi ketika melihat si Jaka memiliki lencana yang lebih besar dari lencana-lencana yang dia dapatkan dari anggota Penguasa Kota lainnya. Itu menjadi tanda bahwa si Jaka punya posisi atau pangkat yang sangat tinggi di dalam Penguasa Kota. Dan tentu saja, Nurdewi belum pernah mendengar cerita tentang betapa legendanya si bocah kucel penenteng samurai. Lagi pula, dia tak peduli itu. Apa pun latar belakang musuhnya, mereka tetap salah karena sudah membikin para rakyat jelata sengsara, bahkan banyak yang mampus. Nurdewi makin berambisi untuk menghabisi Penguasa Kota. Untungnya malam ini, Tuhan mengirimkan mangsa padanya.

Sementara itu, si Jaka menatap Nurdewi dengan sorot yang sama ketika dia menatap si wanita yang telah membuatnya jatuh cinta di masa lalu. Si Jaka tiba-tiba berahi, apalagi setelah melihat bokong mencuat dan paha mulus Nurdewi. Si Jaka menyeringai lebar. Mama Melisa menarik sudut kanan bibirnya.

“Sudah kukatakan, kamu bahkan tidak bisa berkedip barang sedikit pun. Dialah Nurdewi, anak perempuanku yang paling laris di tempat ini. Tarifnya sangat mahal. Kalau kamu tak punya uang berjuta-juta malam ini secara kontan, kamu tidak akan bisa menidurinya,” jelas Mama Melisa dengan nada kemenangan. Dia mengangkat gelas kecil di meja, lalu meneguk minumannya.

“Tahi kucing!” umpat si Jaka. “Terkutuk kamu nenek peyot. Jangan meremehkan Jaka! Kamu pikir sedang bicara dengan siapa?” Si Jaka beranjak berdiri. Dia menatap Mama Melisa dengan kesal.

“Ada apa, Jaka? Apa sekarang kamu sudah mau mengaku kalah? Apa kamu sudah merasa takluk pada anak perempuanku? Berita yang tersebar itu tentu saja bukan gosip belaka. Kamu terlalu dungu karena tidak memercayai itu, Jaka,” kata wanita itu. “Lagi pula, para pelanggan tempat pelacuran ini mana mungkin berbohong. Mereka menyebarkan gosip sesuai yang mereka lihat. Ha ha ha.”

 Dan habislah si Jaka jadi bulan-bulanan Mama Melisa. Selain itu, setelah melihat Nurdewi, si Jaka agak sedikit melupakan tujuannya datang ke tempat pelacuran itu. Sebenarnya dia sama sekali tak berniat bercinta. Seandainya Mama Melisa menerima ajakan bercintanya yang sudah lewat puluhan tahun itu, si Jaka juga bakal mau. Namun itu terlalu mustahil karena Mama Melisa sendiri sudah bersumpah tak ingin disentuh laki-laki biadab mana pun.

“Berikan dia padaku,” kata si Jaka dengan ketajaman sorot yang makin jadi. “Sekali aku bisa menerkamnya, aku tidak akan melepasnya.”

Lihat selengkapnya